Arsip Blog

Senin, 21 Maret 2016

Pengertian, Ciri-ciri dan Fungsi Folklor



Pengertian, Ciri-ciri dan Fungsi Folklor-Mungkin kita bertanya-tanya bagaimana peradaban masyarakat  indonesia sebelum mengenal tulisan (praaksara) dapat diketahui pada masa kini. Folklor adalah salah satu cara untuk melacak jejak sejarah pada masa praaksara. pada bahasan kali ini kita akan mengerti apa itu folklor (pengertian folklor), bagaimana ciri-ciri folklor dan apa jenis-jenis folklor serta fungsi folklor itu sendiri.
bab ini berhubungan juga dengan dengan
bab tradisi masyarakat praaksara




FOLKLOR
A. Pengertian Folklor
Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.Dapat juga diartikan Folklor adalah adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun. 

Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

B. Ciri-ciri folklore
 Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(a) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.

C. Jenis-jenis Folklor
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
a. Folklor Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.

b. Folklor sebagian Lisan
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:
(1) kepercayaan dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.

c. Folklor Bukan Lisan
Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:
(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.
D. Fungsi Folklor
Adapun fungsi folklor, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.

Demikian artikel tentang "Pengertian, Ciri-ciri, jenis-jenis dan Fungsi Folklor" yang datanya kami dapatkan dari buku-buku BSE dengan judul "SEJARAH" karya hendrayana, "SEJARAH 1" karya Dwi Ari Listiani, "SEJARAH 1" karya Tarunasena dan dari "CAKRAWALA SEJARAH" karya Wardhani. Semoga Bisa membantu kalian semua.






















A. Pengertian
Folklor merupakan hazanah sastra lama. Sastra folklor ini berkembang setelah William John Thoms, seorang ahli kebudayaan antik dari Inggris mengumumkan artikelnya dalam majalah Athenaeum No. 982 tanggal 22 Agustus 1846, dengan mempergunakan nama samaran Ambrose Merton.
Dalam majalah tersebut Thoms menciptakan istilah folklore untuk sopan santun Inggris, takhayul, balada, dan tentang masa lampau. Sejak itulah folklore menjadi istilah baru dalam kebudayaan. Secara etimologi, folk artinya kolektif, atau ciri-ciri pengenalan fisik atau kebudayaan yang sama dalam masyarakat, sedangkan lore merupakan tradisi dari folk. Atau menurut pendapat Alan dalam Danandjaja (1997: 1) folklor adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya.
Arti folklor secara keseluruhan menurut pendapat Danandjaja (1997: 2) sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Menurut pendapat Soeryawan (1984: 21) folklor adalah bentuk kesenian yang lahir dan menyebar di kalangan rakyat banyak. Ciri dari seni budaya ini yang merupakan ungkapan pengalaman dan penghayatan manusia yang khas ialah dalam bentuknya yang estetis-artistis. Karena di dalam melaksanakan hubungan-hubungan yang komunikatif, seni mengungkapkannya melalui bentuk-bentuk estetis yang dipilihnya.
Pendapat Rusyana (1978: 1) folklor adalah merupakan bagian dari persendian ceritera yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Sedangkan menurut pendapat Iskar dalam H.U. Pikiran Rakyat (22-Januari-1996) folklor adalah kajian kebudayaan rakyat jelata baik unsur materi maupun unsur non-materinya. Kajian tersebut kepada masalah kepercayaan rakyat, adat kebiasaan, pengetahuan rakyat, bahasa rakyat (dialek), kesusastraan rakyat, nyanyian dan musik rakyat, tarian dan drama rakyat, kesenian rakyat, serta pakaian rakyat.
Folklor memang mengkaji seni, sebab menurut pendapat Fischer (1994): folklore the study about art, but, unfortunately, folk art scholarship has tended to lag behind mainstream folkloristic. One reason for this is that the bulk of folk art discussion tends to be purely descriptive rather than analytic.
Adapun menurut pedapat Harvey (1955: 294) bahwa folklore the traditional beliefs, legends, and customs, current among the common people and the study of them.
B. Ciri-ciri Folklor
Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut pendapat Danandjaja (1997: 3), ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan sebagai berikut:
  1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.
  2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
  3. Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).
  4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
  5. Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.
  6. Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
  7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
  8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
  9. Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.
C. Folklor pada Masyarakat Sunda
Folklor pada masyarakat Sunda, sama dengan folklor dengan daerah lain, yaitu terbagi menjadi folklor lisan (verbal folklore), folklor setengah lisan (partly folklore), dan folklor bukan lisan (nonverbal folklore).
1.      Folklor Lisan (Verval Folklore)
Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.
a. Cerita Prosa Rakyat (Dongeng)
Sekelompok cerita tradisional Sunda dalam sastra Sunda istilahnya adalah dongeng (Rusyana, 2000: 207). Dongeng merupakan cerita prosa rakyat. Karena menurut pendapat Rusyana (2000: 207) istilah dongeng digunakan untuk menyebut sekelompok serita tradisional dalam sastra Sunda. Di dalam sastra Sunda terdapat jenis cerita yang diketahui sudah tersedia dalam masyarakat, yang diterima oleh para anggota masyarakat itu dari generasi yang lebih dulu. Dongeng dituturkan oleh seseorng kepada yang lainnya dengan menggunakan bahasa lisan.
Jenis-jenis dongeng menurut Rusyana (2000: 208), yaitu (1) dongeng mite, (2) dongeng legenda, dan (3) dongeng biasa.
(1) Dongeng mite
Dongeng mite ialah cerita tradisional yang pelakunya makhluk supernatural dengan latar suci dan waktu masa purba. Di dalamnya terdapat peristiwa yang membayangkan kejadian berkenaan dengan penciptaan semesta dan isinya, perubahan dunia, dan kehancuran dunia. Masyarakat pendukung (pemilik) mite biasanya menganggap cerita itu sebagai suatu yang dipercayai (Rusyana, 2000: 208-209).
(2) Dongeng legenda
Dongeng legenda ialah cerita tradisional yang pelakunya dibayangkan sebagai “pelaku dalam sejarah” dengan latar yang juga dibayangkan terdapat di dunia itu dan waktu di masa lalu, tetapi bukan masa purba. Di dalamnya terdapat peristiwa yang dibayangkan seolah-olah terjadi dalam sejarah. Biasanya dalam peristiwanya terdapat juga hal-hal yang luar biasa (Rusyana, 2000; 210).
(3) Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah yang dalam leteratur lain disebut sebagai dongeng tau folktale, yaitu cerita tradisional yang pelaku dan latarnya dibayangkan seperti dalam keadaan sehari-hari, walaupun sering juga mengandung hal yang ajaib. Waktunya dibayangkan dahulu kala. Oleh masyarakat pemiliknya cerita jenis ini tidak diperlakukan sebagai suatu kepercayaan atau suatu yang dibayangkan terjadi dalam sejarah, melainkan diperlakukan sebagai cerita rekaan semata-mata (Rusyana, 2000: 211).
Lebih lanjut Rusyana menjelaskan, bahwa dalam sastra Sunda dongeng-dongeng itu dapat digolongkan lagi ke dalam:
(a) Cerita karuhun
Cerita yang pelakunya manusia yang berperan sebagai pendahulu dan perbuatannya dianggap bermanfaat bagi suatu kelompok masyarakat. Masyarakat menganggap tokoh cerita itu sebagai karuhun, yaitu nenek moyang atau sesepuh yang sudah meninggal, dan menghormatinya (Rusyana, 2000: 212).
(b) Cerita kajajaden
Cerita yang pelakunya manusia yang setelah meninggal kemudian berperan sebagai binatang jadi-jadian (Rusyana, 2000: 212).
(c) Cerita sasakala
Cerita yang peranan pelaku utamanya atau pelaku lain yang berupa benda dianggap sebagai asal-usul suatu keadaan atau suatu nama (Rusyana, 2000: 213).
(d) Cerita dedemit
Cerita yang pelaku utamanya dedemit atau siluman, perannya biasanya menghukum pelaku manusia yang melanggar larangan atau kebiasaan di suatu tempat (Rusyana, 2000: 213).
b. Puisi Rakyat
Sajak atau puisi rakyat adalah kesustraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkn mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdsarkan irama (Danandjaja, 1997: 46).
Pada folklor Sunda ada dua bentuk puisi Sunda yang dapat dikatakan bersifat arkais ialah bentuk ajimantra dan bentuk puisi pada cerita pantun. Istilah ajimantra diambil dari naskah kuno Siksa Kandang Karesian yang ditulis tahun 1518, sama artinya dengan istilah mantra sekarang. Sedangkan puisi pada cerita pantun ada dua yakni rajah dan nataan. Rajah adalah semacam doa keselamatan dari juru pantun sebelum dan sesudah menuturkan cerita pantun Sunda. Bentuk rajah ini sama belaka dengan bagian cerita pantun yang disebut nataan (Wibisana, 2000: 263). Contoh puisi rakyat: pantun, wawacan, dan jampe-jampe.
c. Bahasa Rakyat (folkspeech)
Bentuk-bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam kelompok bahasa rakyat adalah logat (dialect) bahasa-bahasa Nusantara, misalnya logat bahasa Jawa dari Indramayu, yang merupakan bahasa Jawa Tengah yang telah mendapat pengaruh bahasa Sunda; atau logat bahasa Sunda dari Banten; atau logat bahasa Jawa Cirebon, dan logat bahasa Cirebon Sunda (Danandjaja, 1997: 22-23).
Selain itu bahasa rakyat di tatar Sunda disebut juga bahasa wewengkon, contohnya basa wewengkon Bogor (contoh: topo, sodet, pelanding, dll), basa wewengkon Kuningan (contoh: ula, teoh, menit, ageh, dll.), basa wewengkon Banten (contoh cawene, kotok, dia, dll), dan basa wewengkon lainnya.
d. Ungkapan Tradisional
Ungkapan tradisional atau peribahasa sukar sekali untuk didefinisikan, bahkan menurut Archer Taylor peribahasa tidak mungkin diberi definisikan (Danandjaja, 1997: 28).
Ungkapan tradisional mempunyai tiga sifat hakiki, yang perlu diperhatikan oleh mereka yang hendak menelitinya: (a) peribahasa harus berupa satu kalimat ungkapan, tidak cukup hanya berupa satu kata tradisional saja; (b) peribahasa ada dalam bentuk yang sudah standar; dan (c) suatu peribahasa harus mempunyai vitalitas (daya hidup) tradisi lisan (Danandjaja, 1997: 28). Contohnya: paribasa (peribahasa), babasan, papatah, dan pamali.
e. Pertanyaan Tradisional
Pernyataan tradisional di Indonesia lebih terkenal dengan nama teka-teki, adalalah pertanyaan yang bersifat tradisional dan mempunyai jawaban yang tradisional pula (Danandjaja, 1997: 33). Contohnya: tatarucingan dan sisindiran.
f. Nyanyain Rakyat
Nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian (Brudvand dalam Danandjaja, 1997: 141).
Contohnya: kakawihan urang lembur (tokecang, endeuk-eundeukan, ayang-ayagung, prang-pring, bulantok, cing cangkeling, dll.), kagu-kagu gondang, lagu-lagu calung, lagu-lagu celempungan, lagu pa nyawer, lagu pangjampe, dll.
2. Folklor Setengah Lisan (Partly Verbal Folklore)
  1. Kepercayaan dan tahayul
  2. Permainan (kaulinan) rakyat dan hiburan-hiburan rakyat
  3. Drama rakyat Seperti: wayang golek, sandiwara, reog, calung, longser, banjet, ubrug, dll.
  4. Tari Seperti: tari tayub, tari keurseus, tari ronggeng gunung, tari topeng, dll.
  5. Adat atau tradisi
  6. Contohnya: tradisi upacara menanam padi, tradisi orang hamil hingga malahirkan, tradisi pernikahan, tradisi khitanan, tradisi membangun rumah, tradisi ruatan, dll
  7. Pesta-pesta rakyat. Contohnya: pesta rakyat kawaluan Baduy, pesta rakyat ngalaksa di Rancaklong dan Baduy, pesta rakyat seba laut di pesisir pantai selatan, pesta rakyat kawin tebu di Majalengka, pesta rakyat seren taun di Ciptarasa dan Baduy, pesta rakyat mubur sura di Rancakalong.
3. Folklor Bukan Lisan (Nonverba Folklore)
Folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua golongan/bagian, yaitu: Folklor yang materiil, dan Folklor yang bukan materiil.
a. Folklor Materiil
1) Arsitektur rakyat.
Seperti: bentuk julang ngapak, tagog anjing, sontog, duduk jandela, dll.
2) Seni kerajinan tangan.
Seperti: seni batik, anyaman, patung, ukiran, bangunan, dll.
3) Pakaian dan perhiasan.
Seperti: Kebaya, baju kampret, totopong, bendo, pendok, giwang, penitik, kalung, gengge, siger, mahkuta, kelom geulis, payung, dll.
4) Obat-obat rakyat.
Seperti: jamu-jamuan, daun-daunan, kulit pohon, buah, getah, dan jampe-jampe.
5) Makanan dan minuman.
Seperti: awug, tumpeng, puncakmanik, dupi, lontong, ketupat, angleng, wajit, dodol, kolotong, opak, ranginang, ulen, liwet, kueh cuhcur, surabi, bakakak, dadar gulung, aliagrem, dan minuman: lahang, wedang, bajigur, bandrek, dll.
6) Alat-alat musik.
Seperti: kacapi, suling, angklung, calung, dogdog, kendang, gambang, rebab, celempung, terebang, tarompet, dll.
7) Peralatan dan senjata.
Seperti: rumah tanga; nyiru, dingkul, ayakan, sirib, dulang, dll. Alat pertanian: pacul, parang, wuluku, garu, caplakan, kored, congrang, patik, dekol, balicong, bedog, peso raut, peso rajang, arit, dll. Senjata: tombak, paser, ketepel, sumpit, badi, keris, dll.
8) Mainan.
Seperti: ucing sumput, pris-prisan, engkle-engklean, sondah, sapintrong, congklak, damdaman, kasti, langlayangan, papanggalan, luncat galah, kukudaan, dll.
b. Folklor Bukan Materil
1) Bahasa isyrat (gesture)
Seperti: bersiul, mengacungkan jempol, mengedipkan mata, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng, mengepalkan tangan, dll.
2) Laras musik
Seperti: laras salendro, laras pelog, laras dedegungan, laras madenda, dll.
_________________
Artikel ini didownload dari: http://www.fkip-uninus.org/index.php/, diakses pada tanggal 13 September 2009.
Usman Supendi adalah redaktur sastra di Galura, dan staf pengajar di UIN Sunan Gunung Djati dan di Uninus Bandung.







Sabtu, 29 Desember 2012
kajian antropologi

A.          KAJIAN DALAM ANTROPOLOGI
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama.
           Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.
1.             Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.
2.              Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata.  Benda –benda ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.
3.              Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan.
Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Perkembangan antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada data yang diperoleh dari dan mengenai informan atau responden, dan sebagian lainnya dari metode ilmiah dan imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya. Data yang diperoleh digunakan untuk pengembangan teori-teori dan pendekatan-pendekatan serta metodologi; dan juga untuk dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan praktis bagi kebijaksanaan untuk merubah cara-cara hidup tertentu dari para informan atau responden agar sesuai dengan dan mendukung program-program pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah atau untuk kepentingan praktis lainnya yang dikelola oleh badan-badan atau yayasan-yayasan swasta domestik maupun luar negeri.
B.     KEBUDAYAAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
CARA PANDANG TERHADAP KEBUDAYAAN
a)      Kebudayaan dari segi peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.
Orang yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
b.)        Kebudayaan sebagai “sudut pandang umum”
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan – perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
c.)                           Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

C.     KETERKAITAN ANTROPOLOGI DENGAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan akan selalu terkait pada apa yang dipelajari dalam antropologi. Hal ini dikarenakan kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa dari manusia yang hidup dalam sebuah masyarakat, dimana antropologi sendiri mempelajari hal itu. Serta kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti, hampir seluruh tindakan manusia adalah “Kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tak perlu di biasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta.
   Kebudayaan itu sendiri sangat unik sehingga kebudayaan masih dibagi lagi menjadi beberapa klasifikasi yang sangat menarik untuk di pelajari dalam antropologi. seperti pada adat istiadatnya, hasil kesenianya yang berupa benda kerajinan, tari-tariannya, dan pola perilaku kebiasaan masyarakat. Ilmu antropologi memang telah mengembangkan beberapa konsep yang dapat dipakai untuk memahami berbagai macam kaitan antara berbagai unsur kecil dalam suatu kebudayaan.
 Para ahli antropologi tentu sudah sejak lama mengetahui akan adanya integrasi atau jaringan berkait antara unsur- unsur kebudayaan itu, namun kesadaran akan perlunya masalah integrasi kebudayaan itu dipelajari secara mendalam, baru setelah tahun 1920 timbul dan baru sesudah waktu itu masalah integrasi menjadi bahan diskusi dalam teori. pada waktu itu timbul beberapa konsep untuk menganalisis masalah integrasi kebudayaan, yaitu pikiran kolektif, fungsi unsur- unsur kebudayaan, focus kebudayaan, etos kebudayaan, dan kepribadian umum. 


























macam-macam kajian antropologi

ANTROPOLOGI
A. PENGERTIAN
Apakah antropologi itu? Seorang ahli antropologi bangsa amerika pernah mengatakan bahwa pokok-pokok yang tercakup oleh antropologi “dibatasi hanya oleh manusia”. Dalam pernyataan sederhana itu Albert kroeber memberi penghargaan kepada ruang lingkup yang sangat luas dari pengetahuan yang dicaku oleh ilmu antropologi. Secara harafiyah dalam bahasa yunani kata antropos berarti “manusia” dan logos berarti “studi atau ilmu”,jadi antropologi merupakan suatu disiplin yang berdasarkan rasa ingin tahu tang tiada henti-hentinya tentang umat manusia. Antropologi mempunyai dua cabang yaitu antropologi fisik dan budaya.macam-macam antropologi fisik adalah sebagai berikut;

1. Antropologi Fisik
a) Paleoantrologi
Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sal usul manusia dan evolosi manusia dengan meneliti fosil-fosil,atau lebih jelasnya adalah ilmu yang mempelajari manusia dan perkembanganya. Agar dapat merekonstruksikan munculnya dan evolusi manusia,ahli-ahli paleontologi manusia mencari dan mempelajari fosoil-fosil yaitu peninggalan-peninggalan manusia-manusia dan pramanusia yang terkubur dan telah membatu. Para ahli paleontologi yang bekerja di Afrika timur misalnya,telah menggali peninggalan-peninggalan fosil dari mahluk-mahluk yang mirip manusia yang jidup lebih dari dua juta tahun yang lalu; penemuan-penemuan mereka disana mambantu antropologi fisik untuk menentukan dalam garis besarkira-kira kapan manusia prasejarah mulai memperoleh sikap tagak,tangan yang mudah digerakkan dan otak yang lebih besar.
b) Somatologi
Bidang kedua dari antropologi fisik adalah somatologi,yaitu ilmu yang mempelajari keragaman ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik,atau dengan kata lain yaitu penelitian mengenai variasi diantara manusia,membicarakan bagaimana dan apa sebabnya penduduk bumi pada masa ini menunjukkan perbedaan dam ciri-ciri khas fisik atau biologis.
Semua bangsa yang ada termasuk satu jenis mahluk yaitu homo sapiens,bukti bahwa mereka satu jenis adalah bahwa perkawinan diantara mereka dapat menghasilkan keturunan. Namun banyak sekali perbedan antara bangsa-bangsa di dunia ini. Para peneliti mengenai variasi diantara manusia itu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan seperti: mengapa beberap bangsa lebih tinggi daripada yang lain? Mengapa beberapa bangsa lebih berbulu tubuhnya dibandingkan dengan yang lain,dan pertanyaan seterusnya.
c) Antropometri
Antropometri (dari Bahasa Yunani άνθρωπος yang berati manusia and μέτρον yang berarti mengukur, secara literal berarti “pengukuran manusia”), dalam antropologi fisik merujuk pada pengukuran individu manusia untuk mengetahui variasi fisik manusia.
Antropometri dapat dibagi menjadi 2 yaitu,
1) Antropometri Statis (struktural)
Yang dimaksud dengan antropometri Statis (struktural) adalah pengukuran manusia pada posisi diam, dan linier pada permukaan tubuh.
2) Antropometri Dinamis (fungsional)
Yang dimaksud dengan antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya.
Hal-hal yang mempengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut;
3) Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah 60 tahun.
4) Jenis kelamin
Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali bagian dada dan pinggul.
5) Rumpun dan Suku Bangsa

6) Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh
Kondisi ekonomi dan gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga bergantung pada kegiatan yang dilakukan.
7) Pekerjaan, aktivitas sehari-hari juga berpengaruh
8) Kondisi waktu pengukuran

2. Antropologi Budaya
a) Prehistory
Ada banyak cabang dari antropologi budaya,di antaranya yang pertama adalah prehistory. Dari segi bahasa prehistory berasal dari kata pre yang berarti sebelum dan history yang berarti sejarah,jadi prehistory adalah jaman sebelum sejarah. Dengan begitu antropologi prehistory adalah antropologi budaya-budaya pada jaman prasejarah dimana manusia belum mengenal tulisan.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan-kebudayaanya. Oleh karena itu dalam ilmu antropologi juga mempelajari kehidupan manusia pada jaman prasejarah beserta kebudayaan-kebudayaanya.Pennggalian fosil-fosil ataupun goa dan tempat-tempat yang di duga pernah menjadi tempat hidup manusia purba oleh para arkeololg,kemudian dengan di temukanya berbagai kerangka-kerangka Homo sapien,homo erektus,dan lain sebagainya dan ditemukanya piranti-piranti tradisional berupa bebatuan membuktikan bahwa pada jaman purba sudah ada kebudyaan-kebudayaan sederhana.
Homo sapiens,homo erectus ataupun manusia modern mempunyai tulang dan bentuk-bentuk tubuh yang hampir sama dengan primata,sehingga muncul kesimpulan dari para arkeolog seperti teori Darwin bahwasanya manusia merupakan evolusi dari primata.
b) Etnolinguistik
Cabang kedua dari antropologi budaya adalah antropologi linguistik,yaitu ilmu yang mempelajari bahasa-bahasa. Sebagai suatu ilmu pengetahuan,ilmu tentang bahasa agak lebih tua daripada antropologi. Dua disiplin itu menjadi sangat erat hubunganya pada waktu para ahli antropologi mula-mula melakukan penelitian lapangan karena mereka meminta bantuan tenaga tenaga ahli bahasa untuk mempelajari bahasa-bahasa masyarakat sederhana(primitif).
Ketika makin nyata, bahwa bahasa-bahasa memegang peranan utama dalam perkembangan budaya manusia. Bahasa pada hakekatnya merupakan wahana utama untuk meneruskan adat istiadat dari generasi yang satu dari generasi berikutnya maka antropologa makin bersandar pada ilmu-ilmu bahasa. Namun ada perbedaan karena berbeda dengan ahli-ahli bahasa lain. Ahli-ahli bahasa antropologi sangat tertarik pada sejarah dan struktur bahasa-bahasa yang tidak tertulis.
Bahasa adalah sarana yang paling mudah dan efisien untuk mewariskan sebuah kebudayaan ataupun pengetahuan.sebagai contoh,orang tua dengan bahasa hanya perlu mengatakan bahwasanya ular itu berbahaya,menerangkanya sedetail mungkin bahaya-bahayanya tanpa anak tersebut benar-benar melihat seekor ular dan melalui contoh-contoh,barulah dapat di tunjukan bahwa mahluk semacam itu harus di jauhi. Tanpa bahasa kita tidak dapat meneruskan atau menerima keterangan-keterangan secara simbolis dan dengan demikian tidak dapat menjadi pewaris dari suatu kebudayaan yang demikian kaya dan demikian aneka ragamnya.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pengetahuan,kebudayaan dan kemajuan manusia tidak akan pernah tercapai atau tidak akan optimal tanpa adanya pembelajaran etnolinguistik yang baik.
c) Etnologi
Cabang ketiga dari antropologi budaya adalah antropologi etnologi,yaitu ilmu yang mempelajari bangsa-bangsa dan adat istiadatnya. Balajar etnologi ialah berusaha mamahami bagaimana perbedaan dari cara berfikir dan cara bertingkah laku yang sudah membaku pada orang-orang masa sekarang dan masa lalu, dan juga memahami sebab-sebab dari perbedaan itu. Dengan kata lain etnologi mempelajari pola-pola kelakuan seperti adat-istiadat perkawinan,struktur kekerabatan,system politik dan ekonomi,agama,cerita-cerita rakyat,kesenian dan music dan bagaimana perbedaan antara pola-pola itu dalam berbagai masyarakat pada masa ini.
Etnologi juga mempelajari dinamika kebudayaan bagaimana kebudayan berkembang dan berubah dan bagaimana kebudayaan tersebut dan kebudayaan lain saling mempengaruhi termasuk juga interaksi antara berbagai kepercayaan dan cara-cara pelaksanaanya di dalam suatu kebudayaan dan efeknya pada kepribadian perorangan.
Sebagai contoh ialah suku dayak di Kalimantan,suku dayak di Kalimantan sebagaimana asumsi kita selama ini bahwa suku dayak identik dengan kehiduan hutan,berburu,dan primitif. Namun jika sekarang kita berkunjung berkunjung kesana,semua telah berubah,suku dayak sudah mendiami kota-kota kecil maupun kota-kota besar,mereka sudah berubah dari kebudayaanya yang primitif menjadi manusia yang moderen,bahkan seluruh masyarakat dayak sudah mengalahkan suku jawa dalam hal bahasa,terbukti dalam suatu kota kecil di Kalteng(kasongan). Semua masyarakat dayak dikota itu baik dari golongan strata atas sampai bawah sekalipun mampu berbahasa Indonesia dengan baik,sedangkan di jawa tidak demikian. Itu merupakan bukti bahwa di sana telah terjadi perkembangan suatu kebudayaan.
d) Etnopsikologi
Etnopsikologi adalah ilmu yag mampelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam poses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan bepegang pada komsep psikologi.
e) Antropologi Spesialisasi
Antropologo spesialisasi adalah antropologi yang berkembang karena adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat yang menuntut pendekatan antropologi kependudukan, antropologi pendidikan, antopologi perkotaan, antropologi pedesaan, dan antroplogi kesehatan. Adapun macam-macam antropologi spesialisasi adalah sebagai berikut di bawah ini
1) Antropologi industry
Antropologi industry adalah studi ilimu tantang manusia yang dipusatkan pada aktivitas mereka dalam mengelola sumber daya-sumber daya (resources) baik Sumber Daya Manusia (SDM), maupun Sumber Daya Alam (SDA) di bidang produksi dan jasa.
2) Antropologi perkotaan
Antropologi perkotaan adalah stud ilmu tentang kehidupan manusia yang memfokuskan perhatiannya terhadap permasalahan yang terdapat atau timbul dalam kehidupan komunitas perkotaan.
3) Antropologi pedesaan
Antropologi perkotaan adalah stud ilmu tentang kehidupan manusia yang memfokuskan perhatiannya terhadap permasalahan yang terdapat atau timbul dalam kehidupan komunitas pedesaan.
4) Antropologi ekonomi
Antropologi ekonomi adalah suatu kajian dalam antropologi social budaya yang memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia. Posisi bidang kajian ini adalah sejajar dengan bidang kajian lain dalam study antropologi.
5) Antropologi kependudukan
Pembahasannya pilihan dan kendala, dan keterkaitan dinamika populasi dan budaya melalui determinan terdekat (misalnya, struktur keluarga, kematian bayi, penyusuan dan perawatan anak, usia, serta pembagian kerja seksual) yang menggambarkan bagaimana demografi dapat dan harus digunakan sebagai titik awal untuk memahami banyak masalah antropologi.
6) Antropologi kesehatan
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsure-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan.
7) Antropologi pendidikan
Antropologi pendidikan adalah suatu kajian antropologi yang mencoba mengungkapkan proses-proses transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi. Selain itu, proses belajar individu sebagai kegiatan sosial budaya merupakan pemahaman dari Antropologi Pendidikan, termasuk di dalamnya peran pendidikan formal dan pendidikan informal.


Daftar Pustaka
Keesing, Roger M., Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992).
Ihromi, T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996).
Lahajir., Etnoekologi perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang (Yogyakarta: Galang Press, 2001).
http://narasibumi.blog.uns.ac.id/2009/04/14/antropologi-perkotaan/ANTROPOLOGI PERKOTAAN @ narasi.htm
http://blognyaprabu.multiply.com/journal/ tugas kuliah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/ Antropometri.htm













Tidak ada komentar:

Posting Komentar