Pengertian,
Ciri-ciri dan Fungsi Folklor-Mungkin kita bertanya-tanya bagaimana peradaban
masyarakat indonesia sebelum mengenal tulisan (praaksara) dapat diketahui
pada masa kini. Folklor adalah salah satu cara untuk melacak jejak sejarah
pada masa praaksara. pada bahasan kali ini kita akan mengerti apa itu
folklor (pengertian folklor), bagaimana ciri-ciri folklor dan apa jenis-jenis
folklor serta fungsi folklor itu sendiri.
bab ini berhubungan juga dengan dengan bab tradisi masyarakat praaksara
FOLKLOR
bab ini berhubungan juga dengan dengan bab tradisi masyarakat praaksara
FOLKLOR
A.
Pengertian Folklor
Folklor
sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman
sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat
Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama
masing-masing telah mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di
Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklor ialah kebudayaan
manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk
lisan maupun gerak isyarat.Dapat juga diartikan Folklor adalah
adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun,
dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan
turun menurun.
Kata folklor
merupakan
pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang
berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan
Dundes kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri
pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari
kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa
warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan
agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah
memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara
turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik
bersama. Selain itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran
akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari
folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor adalah bagian
dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat.
B. Ciri-ciri folklore
B. Ciri-ciri folklore
Agar
dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui
ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(a)
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui
tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
(b) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
(c) Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
(d) Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
(e) Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
(f) Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
(g) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
(h) Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
(i) Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
C. Jenis-jenis
Folklor
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
a. Folklor
Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang meliputi sebagai berikut:
(1) bahasa
rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.
(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, seperti “Jali-Jali” dari Betawi.
b. Folklor sebagian Lisan
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:
(1) kepercayaan
dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.
c. Folklor Bukan Lisan
Folklor ini juga dikenal sebagai artefak meliputi sebagai berikut:
(1)
arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang
di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) makanan dan minuman khas daerah.
D. Fungsi
Folklor
Adapun fungsi folklor, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
Adapun fungsi folklor, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
Demikian artikel tentang "Pengertian, Ciri-ciri, jenis-jenis dan Fungsi Folklor" yang datanya kami dapatkan dari buku-buku BSE dengan judul "SEJARAH" karya hendrayana, "SEJARAH 1" karya Dwi Ari Listiani, "SEJARAH 1" karya Tarunasena dan dari "CAKRAWALA SEJARAH" karya Wardhani. Semoga Bisa membantu kalian semua.
A. Pengertian
Folklor merupakan hazanah sastra lama. Sastra folklor
ini berkembang setelah William John Thoms, seorang ahli kebudayaan antik dari
Inggris mengumumkan artikelnya dalam majalah Athenaeum No. 982
tanggal 22 Agustus 1846, dengan mempergunakan nama samaran Ambrose Merton.
Dalam majalah tersebut Thoms menciptakan istilah folklore untuk sopan
santun Inggris, takhayul, balada, dan tentang masa lampau. Sejak itulah folklore menjadi
istilah baru dalam kebudayaan. Secara etimologi, folk artinya
kolektif, atau ciri-ciri pengenalan fisik atau kebudayaan yang sama dalam
masyarakat, sedangkan lore merupakan tradisi dari folk. Atau menurut
pendapat Alan dalam Danandjaja (1997: 1) folklor adalah sekelompok orang yang
memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat
dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya.
Arti folklor secara keseluruhan menurut pendapat
Danandjaja (1997: 2) sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Menurut pendapat Soeryawan (1984: 21) folklor adalah
bentuk kesenian yang lahir dan menyebar di kalangan rakyat banyak. Ciri dari seni budaya
ini yang merupakan ungkapan pengalaman dan penghayatan manusia yang khas ialah
dalam bentuknya yang estetis-artistis. Karena di dalam melaksanakan
hubungan-hubungan yang komunikatif, seni mengungkapkannya melalui bentuk-bentuk
estetis yang dipilihnya.
Pendapat Rusyana (1978: 1) folklor adalah merupakan
bagian dari persendian ceritera yang telah lama hidup dalam tradisi suatu
masyarakat. Sedangkan menurut pendapat Iskar dalam H.U. Pikiran Rakyat (22-Januari-1996) folklor adalah kajian kebudayaan rakyat jelata baik
unsur materi maupun unsur non-materinya. Kajian tersebut kepada masalah
kepercayaan rakyat, adat kebiasaan, pengetahuan rakyat, bahasa rakyat (dialek),
kesusastraan rakyat, nyanyian dan musik rakyat, tarian dan drama rakyat,
kesenian rakyat, serta pakaian rakyat.
Folklor memang mengkaji seni, sebab menurut pendapat
Fischer (1994): folklore the
study about art, but, unfortunately, folk art scholarship has tended to lag
behind mainstream folkloristic. One reason for this is that the bulk of folk
art discussion tends to be purely descriptive rather than analytic.
Adapun menurut pedapat Harvey (1955: 294) bahwa folklore the traditional beliefs, legends, and
customs, current among the common people and the study of them.
B. Ciri-ciri
Folklor
Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja
berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut
pendapat Danandjaja (1997: 3), ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan
sebagai berikut:
- Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.
- Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
- Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).
- Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
- Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.
- Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
- Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
- Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
- Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.
C. Folklor pada
Masyarakat Sunda
Folklor pada masyarakat Sunda, sama dengan folklor dengan daerah lain, yaitu terbagi menjadi folklor
lisan (verbal
folklore), folklor setengah lisan (partly folklore), dan folklor bukan lisan (nonverbal folklore).
1. Folklor Lisan (Verval Folklore)
Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau
sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya
khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan
telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan
peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama
berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam
arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada
unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.
a. Cerita Prosa
Rakyat (Dongeng)
Sekelompok cerita tradisional Sunda dalam sastra Sunda
istilahnya adalah dongeng (Rusyana, 2000: 207). Dongeng merupakan cerita prosa
rakyat. Karena menurut pendapat Rusyana (2000: 207) istilah dongeng digunakan
untuk menyebut sekelompok serita tradisional dalam sastra Sunda. Di dalam
sastra Sunda terdapat jenis cerita yang diketahui sudah tersedia dalam masyarakat,
yang diterima oleh para anggota masyarakat itu dari generasi yang lebih dulu.
Dongeng dituturkan oleh seseorng kepada yang lainnya dengan menggunakan bahasa
lisan.
Jenis-jenis dongeng menurut Rusyana (2000: 208), yaitu
(1) dongeng mite, (2) dongeng legenda, dan (3) dongeng biasa.
(1) Dongeng mite
Dongeng mite ialah cerita tradisional yang pelakunya
makhluk supernatural dengan latar suci dan waktu masa purba. Di dalamnya
terdapat peristiwa yang membayangkan kejadian berkenaan dengan penciptaan
semesta dan isinya, perubahan dunia, dan kehancuran dunia. Masyarakat pendukung
(pemilik) mite biasanya menganggap cerita itu sebagai suatu yang dipercayai
(Rusyana, 2000: 208-209).
(2) Dongeng legenda
Dongeng legenda ialah cerita tradisional yang
pelakunya dibayangkan sebagai “pelaku dalam sejarah” dengan latar yang juga
dibayangkan terdapat di dunia itu dan waktu di masa lalu, tetapi bukan masa
purba. Di dalamnya terdapat peristiwa yang dibayangkan seolah-olah terjadi
dalam sejarah. Biasanya dalam peristiwanya terdapat juga hal-hal yang luar
biasa (Rusyana, 2000; 210).
(3) Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah yang dalam leteratur lain disebut
sebagai dongeng tau folktale, yaitu cerita tradisional yang pelaku dan latarnya
dibayangkan seperti dalam keadaan sehari-hari, walaupun sering juga mengandung
hal yang ajaib. Waktunya dibayangkan dahulu kala. Oleh masyarakat pemiliknya
cerita jenis ini tidak diperlakukan sebagai suatu kepercayaan atau suatu yang
dibayangkan terjadi dalam sejarah, melainkan diperlakukan sebagai cerita rekaan
semata-mata (Rusyana, 2000: 211).
Lebih lanjut Rusyana menjelaskan, bahwa dalam sastra
Sunda dongeng-dongeng itu dapat digolongkan lagi ke dalam:
(a) Cerita karuhun
Cerita yang pelakunya manusia yang berperan sebagai
pendahulu dan perbuatannya dianggap bermanfaat bagi suatu kelompok masyarakat.
Masyarakat menganggap tokoh cerita itu sebagai karuhun, yaitu nenek
moyang atau sesepuh yang sudah meninggal, dan menghormatinya (Rusyana, 2000:
212).
(b) Cerita kajajaden
Cerita yang pelakunya manusia yang setelah meninggal
kemudian berperan sebagai binatang jadi-jadian (Rusyana, 2000: 212).
(c) Cerita sasakala
Cerita yang peranan pelaku utamanya atau pelaku lain
yang berupa benda dianggap sebagai asal-usul suatu keadaan atau suatu nama
(Rusyana, 2000: 213).
(d) Cerita dedemit
Cerita yang pelaku utamanya dedemit atau siluman,
perannya biasanya menghukum pelaku manusia yang melanggar larangan atau
kebiasaan di suatu tempat (Rusyana, 2000: 213).
b. Puisi Rakyat
Sajak atau puisi rakyat adalah
kesustraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa
deret kalimat, ada yang berdasarkn mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek
suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdsarkan irama (Danandjaja, 1997:
46).
Pada folklor Sunda ada dua bentuk puisi Sunda yang
dapat dikatakan bersifat arkais ialah bentuk ajimantra dan bentuk
puisi pada cerita pantun. Istilah ajimantra diambil dari naskah kuno Siksa Kandang Karesian yang ditulis tahun 1518, sama artinya dengan istilah mantra sekarang.
Sedangkan puisi pada cerita pantun ada dua yakni rajah dan nataan. Rajah adalah semacam
doa keselamatan dari juru pantun sebelum dan sesudah menuturkan cerita pantun Sunda. Bentuk rajah ini sama
belaka dengan bagian cerita pantun yang disebut nataan (Wibisana,
2000: 263). Contoh puisi rakyat: pantun, wawacan, dan jampe-jampe.
c. Bahasa Rakyat (folkspeech)
Bentuk-bentuk folklor Indonesia yang termasuk dalam
kelompok bahasa rakyat adalah logat (dialect) bahasa-bahasa Nusantara, misalnya logat
bahasa Jawa dari Indramayu, yang merupakan bahasa Jawa Tengah yang telah
mendapat pengaruh bahasa Sunda; atau logat bahasa Sunda dari Banten; atau logat
bahasa Jawa Cirebon, dan logat bahasa Cirebon Sunda (Danandjaja, 1997: 22-23).
Selain itu bahasa rakyat di tatar Sunda disebut juga
bahasa wewengkon, contohnya basa wewengkon Bogor (contoh: topo, sodet, pelanding, dll), basa wewengkon Kuningan (contoh: ula, teoh, menit, ageh, dll.), basa wewengkon Banten (contoh cawene, kotok, dia, dll), dan basa wewengkon lainnya.
d. Ungkapan
Tradisional
Ungkapan tradisional atau peribahasa sukar sekali
untuk didefinisikan, bahkan menurut Archer Taylor peribahasa tidak mungkin
diberi definisikan (Danandjaja, 1997: 28).
Ungkapan tradisional mempunyai tiga sifat hakiki, yang
perlu diperhatikan oleh mereka yang hendak menelitinya: (a) peribahasa harus
berupa satu kalimat ungkapan, tidak cukup hanya berupa satu kata tradisional
saja; (b) peribahasa ada dalam bentuk yang sudah standar; dan (c) suatu
peribahasa harus mempunyai vitalitas (daya hidup) tradisi lisan (Danandjaja,
1997: 28). Contohnya: paribasa (peribahasa), babasan, papatah, dan pamali.
e. Pertanyaan
Tradisional
Pernyataan tradisional di Indonesia lebih terkenal
dengan nama teka-teki, adalalah pertanyaan yang bersifat tradisional dan
mempunyai jawaban yang tradisional pula (Danandjaja, 1997: 33). Contohnya:
tatarucingan dan sisindiran.
f. Nyanyain
Rakyat
Nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk
folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di
antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai
varian (Brudvand dalam Danandjaja, 1997: 141).
Contohnya: kakawihan urang lembur (tokecang, endeuk-eundeukan, ayang-ayagung,
prang-pring, bulantok, cing cangkeling, dll.), kagu-kagu gondang, lagu-lagu calung, lagu-lagu celempungan, lagu
pa nyawer, lagu pangjampe, dll.
2. Folklor
Setengah Lisan (Partly Verbal Folklore)
- Kepercayaan dan tahayul
- Permainan (kaulinan) rakyat dan hiburan-hiburan rakyat
- Drama rakyat Seperti: wayang golek, sandiwara, reog, calung, longser, banjet, ubrug, dll.
- Tari Seperti: tari tayub, tari keurseus, tari ronggeng gunung, tari topeng, dll.
- Adat atau tradisi
- Contohnya: tradisi upacara menanam padi, tradisi orang hamil hingga malahirkan, tradisi pernikahan, tradisi khitanan, tradisi membangun rumah, tradisi ruatan, dll
- Pesta-pesta rakyat. Contohnya: pesta rakyat kawaluan Baduy, pesta rakyat ngalaksa di Rancaklong dan Baduy, pesta rakyat seba laut di pesisir pantai selatan, pesta rakyat kawin tebu di Majalengka, pesta rakyat seren taun di Ciptarasa dan Baduy, pesta rakyat mubur sura di Rancakalong.
3. Folklor
Bukan Lisan (Nonverba Folklore)
Folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua
golongan/bagian, yaitu: Folklor yang materiil, dan Folklor yang bukan materiil.
a. Folklor
Materiil
1) Arsitektur rakyat.
Seperti: bentuk julang ngapak, tagog anjing, sontog,
duduk jandela, dll.
2) Seni kerajinan tangan.
Seperti: seni batik, anyaman, patung, ukiran,
bangunan, dll.
3) Pakaian dan perhiasan.
Seperti: Kebaya, baju kampret, totopong, bendo,
pendok, giwang, penitik, kalung, gengge, siger, mahkuta, kelom geulis, payung,
dll.
4) Obat-obat rakyat.
Seperti: jamu-jamuan, daun-daunan, kulit pohon, buah,
getah, dan jampe-jampe.
5) Makanan dan minuman.
Seperti: awug, tumpeng, puncakmanik, dupi, lontong,
ketupat, angleng, wajit, dodol, kolotong, opak, ranginang, ulen, liwet, kueh
cuhcur, surabi, bakakak, dadar gulung, aliagrem, dan minuman: lahang, wedang,
bajigur, bandrek, dll.
6) Alat-alat musik.
Seperti: kacapi, suling, angklung, calung, dogdog,
kendang, gambang, rebab, celempung, terebang, tarompet, dll.
7) Peralatan dan senjata.
Seperti: rumah tanga; nyiru, dingkul, ayakan, sirib,
dulang, dll. Alat pertanian: pacul, parang, wuluku, garu, caplakan, kored,
congrang, patik, dekol, balicong, bedog, peso raut, peso rajang, arit, dll.
Senjata: tombak, paser, ketepel, sumpit, badi, keris, dll.
8) Mainan.
Seperti: ucing sumput, pris-prisan, engkle-engklean,
sondah, sapintrong, congklak, damdaman, kasti, langlayangan, papanggalan,
luncat galah, kukudaan, dll.
b. Folklor
Bukan Materil
1) Bahasa isyrat (gesture)
Seperti: bersiul, mengacungkan jempol, mengedipkan
mata, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng, mengepalkan tangan, dll.
2) Laras musik
Seperti: laras salendro, laras pelog, laras dedegungan, laras madenda, dll.
_________________
Artikel ini didownload dari: http://www.fkip-uninus.org/index.php/, diakses pada tanggal 13 September 2009.
Usman Supendi adalah redaktur sastra di Galura, dan
staf pengajar di UIN Sunan Gunung Djati dan di Uninus Bandung.
Sabtu, 29 Desember 2012
A.
KAJIAN DALAM ANTROPOLOGI
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih
memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti
kesatuan masyarakat yang tinggal di daerah yang sama.
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi
juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang
spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga
dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.
1.
Antropologi Fisik
Antropologi
Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari
gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat
perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia
yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan
penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan keterangan mengenai
perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena
keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada
sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan
kasus-kasus pembunuhan.
2.
Arkeologi
Ahli Arkeologi
bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka
akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup
atau senjata. Benda –benda ini adalah
barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka
dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada
masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut
dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu
hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja
mereka itu dulu berinteraksi.
3.
Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi
Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan
apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku
manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok.
Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati
dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia,
tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan
adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya
disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan
cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan
alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi
disebut dengan kebudayaan.
Kebudayaan dari
kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat
besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi
Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi
kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang
kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari
bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi
yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada
kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk
spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Perkembangan antropologi dan
sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada data yang
diperoleh dari dan mengenai informan atau responden, dan sebagian lainnya dari
metode ilmiah dan imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya. Data yang diperoleh digunakan untuk pengembangan teori-teori dan pendekatan-pendekatan
serta metodologi; dan juga untuk dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan
praktis bagi kebijaksanaan untuk merubah cara-cara hidup tertentu dari para
informan atau responden agar sesuai dengan dan mendukung program-program
pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah atau untuk kepentingan
praktis lainnya yang dikelola oleh badan-badan atau yayasan-yayasan swasta
domestik maupun luar negeri.
B. KEBUDAYAAN
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut,
dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan
memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
a) Kebudayaan dari segi peradaban
Saat ini, kebanyakan orang
memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal
abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan
antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka
menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”.
Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan
lainnya.
Pada
prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang “elit” seperti
misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik,
sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai
contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
“berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap
sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa
ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.
Orang yang menggunakan kata
“kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis;
mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan
nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan
yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang
“tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat
seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture)
untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik
sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan-
dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai
perkembangan yang merusak dan “tidak alami” yang mengaburkan dan menyimpangkan
sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh
masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami”
(natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan
kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara
kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan
“kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan
yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa
kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang
berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Selama Era Romantis, para
cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan
nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman,
dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang
umum”. Pemikiran ini menganggap suatu
budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing.
Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini
masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak
berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan
dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka
mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari
evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun
50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli
sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi
popularisasi ide kebudayaan perusahaan – perbedaan dan bakat dalam konteks
pekerja organisasi atau tempat bekerja.
Teori-teori
yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari
stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran
bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
C. KETERKAITAN
ANTROPOLOGI DENGAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan akan
selalu terkait pada apa yang dipelajari dalam antropologi. Hal ini dikarenakan
kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa dari manusia yang hidup
dalam sebuah masyarakat, dimana antropologi sendiri mempelajari hal itu. Serta
kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar. Hal tersebut berarti, hampir seluruh tindakan manusia adalah
“Kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam kehidupan
masyarakat yang tak perlu di biasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa
tindakan naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau
kelakuan apabila ia sedang membabi buta.
Kebudayaan itu sendiri sangat unik sehingga
kebudayaan masih dibagi lagi menjadi beberapa klasifikasi yang sangat menarik
untuk di pelajari dalam antropologi. seperti pada adat istiadatnya, hasil
kesenianya yang berupa benda kerajinan, tari-tariannya, dan pola perilaku
kebiasaan masyarakat. Ilmu antropologi memang telah mengembangkan beberapa
konsep yang dapat dipakai untuk memahami berbagai macam kaitan antara berbagai
unsur kecil dalam suatu kebudayaan.
Para ahli antropologi tentu sudah sejak lama
mengetahui akan adanya integrasi atau jaringan berkait antara unsur- unsur kebudayaan
itu, namun kesadaran akan perlunya masalah integrasi kebudayaan itu dipelajari
secara mendalam, baru setelah tahun 1920 timbul dan baru sesudah waktu itu
masalah integrasi menjadi bahan diskusi dalam teori. pada waktu itu timbul
beberapa konsep untuk menganalisis masalah integrasi kebudayaan, yaitu pikiran
kolektif, fungsi unsur- unsur kebudayaan, focus kebudayaan, etos kebudayaan,
dan kepribadian umum.
macam-macam kajian antropologi
ANTROPOLOGIA. PENGERTIAN
Apakah antropologi itu? Seorang ahli antropologi bangsa amerika pernah mengatakan bahwa pokok-pokok yang tercakup oleh antropologi “dibatasi hanya oleh manusia”. Dalam pernyataan sederhana itu Albert kroeber memberi penghargaan kepada ruang lingkup yang sangat luas dari pengetahuan yang dicaku oleh ilmu antropologi. Secara harafiyah dalam bahasa yunani kata antropos berarti “manusia” dan logos berarti “studi atau ilmu”,jadi antropologi merupakan suatu disiplin yang berdasarkan rasa ingin tahu tang tiada henti-hentinya tentang umat manusia. Antropologi mempunyai dua cabang yaitu antropologi fisik dan budaya.macam-macam antropologi fisik adalah sebagai berikut;
1. Antropologi Fisik
a) Paleoantrologi
Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sal usul manusia dan evolosi manusia dengan meneliti fosil-fosil,atau lebih jelasnya adalah ilmu yang mempelajari manusia dan perkembanganya. Agar dapat merekonstruksikan munculnya dan evolusi manusia,ahli-ahli paleontologi manusia mencari dan mempelajari fosoil-fosil yaitu peninggalan-peninggalan manusia-manusia dan pramanusia yang terkubur dan telah membatu. Para ahli paleontologi yang bekerja di Afrika timur misalnya,telah menggali peninggalan-peninggalan fosil dari mahluk-mahluk yang mirip manusia yang jidup lebih dari dua juta tahun yang lalu; penemuan-penemuan mereka disana mambantu antropologi fisik untuk menentukan dalam garis besarkira-kira kapan manusia prasejarah mulai memperoleh sikap tagak,tangan yang mudah digerakkan dan otak yang lebih besar.
b) Somatologi
Bidang kedua dari antropologi fisik adalah somatologi,yaitu ilmu yang mempelajari keragaman ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik,atau dengan kata lain yaitu penelitian mengenai variasi diantara manusia,membicarakan bagaimana dan apa sebabnya penduduk bumi pada masa ini menunjukkan perbedaan dam ciri-ciri khas fisik atau biologis.
Semua bangsa yang ada termasuk satu jenis mahluk yaitu homo sapiens,bukti bahwa mereka satu jenis adalah bahwa perkawinan diantara mereka dapat menghasilkan keturunan. Namun banyak sekali perbedan antara bangsa-bangsa di dunia ini. Para peneliti mengenai variasi diantara manusia itu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan seperti: mengapa beberap bangsa lebih tinggi daripada yang lain? Mengapa beberapa bangsa lebih berbulu tubuhnya dibandingkan dengan yang lain,dan pertanyaan seterusnya.
c) Antropometri
Antropometri (dari Bahasa Yunani άνθρωπος yang berati manusia and μέτρον yang berarti mengukur, secara literal berarti “pengukuran manusia”), dalam antropologi fisik merujuk pada pengukuran individu manusia untuk mengetahui variasi fisik manusia.
Antropometri dapat dibagi menjadi 2 yaitu,
1) Antropometri Statis (struktural)
Yang dimaksud dengan antropometri Statis (struktural) adalah pengukuran manusia pada posisi diam, dan linier pada permukaan tubuh.
2) Antropometri Dinamis (fungsional)
Yang dimaksud dengan antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya.
Hal-hal yang mempengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut;
3) Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah 60 tahun.
4) Jenis kelamin
Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali bagian dada dan pinggul.
5) Rumpun dan Suku Bangsa
6) Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh
Kondisi ekonomi dan gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga bergantung pada kegiatan yang dilakukan.
7) Pekerjaan, aktivitas sehari-hari juga berpengaruh
8) Kondisi waktu pengukuran
2. Antropologi Budaya
a) Prehistory
Ada banyak cabang dari antropologi budaya,di antaranya yang pertama adalah prehistory. Dari segi bahasa prehistory berasal dari kata pre yang berarti sebelum dan history yang berarti sejarah,jadi prehistory adalah jaman sebelum sejarah. Dengan begitu antropologi prehistory adalah antropologi budaya-budaya pada jaman prasejarah dimana manusia belum mengenal tulisan.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan-kebudayaanya. Oleh karena itu dalam ilmu antropologi juga mempelajari kehidupan manusia pada jaman prasejarah beserta kebudayaan-kebudayaanya.Pennggalian fosil-fosil ataupun goa dan tempat-tempat yang di duga pernah menjadi tempat hidup manusia purba oleh para arkeololg,kemudian dengan di temukanya berbagai kerangka-kerangka Homo sapien,homo erektus,dan lain sebagainya dan ditemukanya piranti-piranti tradisional berupa bebatuan membuktikan bahwa pada jaman purba sudah ada kebudyaan-kebudayaan sederhana.
Homo sapiens,homo erectus ataupun manusia modern mempunyai tulang dan bentuk-bentuk tubuh yang hampir sama dengan primata,sehingga muncul kesimpulan dari para arkeolog seperti teori Darwin bahwasanya manusia merupakan evolusi dari primata.
b) Etnolinguistik
Cabang kedua dari antropologi budaya adalah antropologi linguistik,yaitu ilmu yang mempelajari bahasa-bahasa. Sebagai suatu ilmu pengetahuan,ilmu tentang bahasa agak lebih tua daripada antropologi. Dua disiplin itu menjadi sangat erat hubunganya pada waktu para ahli antropologi mula-mula melakukan penelitian lapangan karena mereka meminta bantuan tenaga tenaga ahli bahasa untuk mempelajari bahasa-bahasa masyarakat sederhana(primitif).
Ketika makin nyata, bahwa bahasa-bahasa memegang peranan utama dalam perkembangan budaya manusia. Bahasa pada hakekatnya merupakan wahana utama untuk meneruskan adat istiadat dari generasi yang satu dari generasi berikutnya maka antropologa makin bersandar pada ilmu-ilmu bahasa. Namun ada perbedaan karena berbeda dengan ahli-ahli bahasa lain. Ahli-ahli bahasa antropologi sangat tertarik pada sejarah dan struktur bahasa-bahasa yang tidak tertulis.
Bahasa adalah sarana yang paling mudah dan efisien untuk mewariskan sebuah kebudayaan ataupun pengetahuan.sebagai contoh,orang tua dengan bahasa hanya perlu mengatakan bahwasanya ular itu berbahaya,menerangkanya sedetail mungkin bahaya-bahayanya tanpa anak tersebut benar-benar melihat seekor ular dan melalui contoh-contoh,barulah dapat di tunjukan bahwa mahluk semacam itu harus di jauhi. Tanpa bahasa kita tidak dapat meneruskan atau menerima keterangan-keterangan secara simbolis dan dengan demikian tidak dapat menjadi pewaris dari suatu kebudayaan yang demikian kaya dan demikian aneka ragamnya.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa pengetahuan,kebudayaan dan kemajuan manusia tidak akan pernah tercapai atau tidak akan optimal tanpa adanya pembelajaran etnolinguistik yang baik.
c) Etnologi
Cabang ketiga dari antropologi budaya adalah antropologi etnologi,yaitu ilmu yang mempelajari bangsa-bangsa dan adat istiadatnya. Balajar etnologi ialah berusaha mamahami bagaimana perbedaan dari cara berfikir dan cara bertingkah laku yang sudah membaku pada orang-orang masa sekarang dan masa lalu, dan juga memahami sebab-sebab dari perbedaan itu. Dengan kata lain etnologi mempelajari pola-pola kelakuan seperti adat-istiadat perkawinan,struktur kekerabatan,system politik dan ekonomi,agama,cerita-cerita rakyat,kesenian dan music dan bagaimana perbedaan antara pola-pola itu dalam berbagai masyarakat pada masa ini.
Etnologi juga mempelajari dinamika kebudayaan bagaimana kebudayan berkembang dan berubah dan bagaimana kebudayaan tersebut dan kebudayaan lain saling mempengaruhi termasuk juga interaksi antara berbagai kepercayaan dan cara-cara pelaksanaanya di dalam suatu kebudayaan dan efeknya pada kepribadian perorangan.
Sebagai contoh ialah suku dayak di Kalimantan,suku dayak di Kalimantan sebagaimana asumsi kita selama ini bahwa suku dayak identik dengan kehiduan hutan,berburu,dan primitif. Namun jika sekarang kita berkunjung berkunjung kesana,semua telah berubah,suku dayak sudah mendiami kota-kota kecil maupun kota-kota besar,mereka sudah berubah dari kebudayaanya yang primitif menjadi manusia yang moderen,bahkan seluruh masyarakat dayak sudah mengalahkan suku jawa dalam hal bahasa,terbukti dalam suatu kota kecil di Kalteng(kasongan). Semua masyarakat dayak dikota itu baik dari golongan strata atas sampai bawah sekalipun mampu berbahasa Indonesia dengan baik,sedangkan di jawa tidak demikian. Itu merupakan bukti bahwa di sana telah terjadi perkembangan suatu kebudayaan.
d) Etnopsikologi
Etnopsikologi adalah ilmu yag mampelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam poses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan bepegang pada komsep psikologi.
e) Antropologi Spesialisasi
Antropologo spesialisasi adalah antropologi yang berkembang karena adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat yang menuntut pendekatan antropologi kependudukan, antropologi pendidikan, antopologi perkotaan, antropologi pedesaan, dan antroplogi kesehatan. Adapun macam-macam antropologi spesialisasi adalah sebagai berikut di bawah ini
1) Antropologi industry
Antropologi industry adalah studi ilimu tantang manusia yang dipusatkan pada aktivitas mereka dalam mengelola sumber daya-sumber daya (resources) baik Sumber Daya Manusia (SDM), maupun Sumber Daya Alam (SDA) di bidang produksi dan jasa.
2) Antropologi perkotaan
Antropologi perkotaan adalah stud ilmu tentang kehidupan manusia yang memfokuskan perhatiannya terhadap permasalahan yang terdapat atau timbul dalam kehidupan komunitas perkotaan.
3) Antropologi pedesaan
Antropologi perkotaan adalah stud ilmu tentang kehidupan manusia yang memfokuskan perhatiannya terhadap permasalahan yang terdapat atau timbul dalam kehidupan komunitas pedesaan.
4) Antropologi ekonomi
Antropologi ekonomi adalah suatu kajian dalam antropologi social budaya yang memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia. Posisi bidang kajian ini adalah sejajar dengan bidang kajian lain dalam study antropologi.
5) Antropologi kependudukan
Pembahasannya pilihan dan kendala, dan keterkaitan dinamika populasi dan budaya melalui determinan terdekat (misalnya, struktur keluarga, kematian bayi, penyusuan dan perawatan anak, usia, serta pembagian kerja seksual) yang menggambarkan bagaimana demografi dapat dan harus digunakan sebagai titik awal untuk memahami banyak masalah antropologi.
6) Antropologi kesehatan
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsure-unsur budaya terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan.
7) Antropologi pendidikan
Antropologi pendidikan adalah suatu kajian antropologi yang mencoba mengungkapkan proses-proses transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi. Selain itu, proses belajar individu sebagai kegiatan sosial budaya merupakan pemahaman dari Antropologi Pendidikan, termasuk di dalamnya peran pendidikan formal dan pendidikan informal.
Daftar Pustaka
Keesing, Roger M., Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992).
Ihromi, T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996).
Lahajir., Etnoekologi perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang (Yogyakarta: Galang Press, 2001).
http://narasibumi.blog.uns.ac.id/2009/04/14/antropologi-perkotaan/ANTROPOLOGI PERKOTAAN @ narasi.htm
http://blognyaprabu.multiply.com/journal/ tugas kuliah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/ Antropometri.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar