Arsip Blog

Selasa, 22 Maret 2016

Dewa Rejeki dan Angpao



Dewa Rejeki dan Angpao

Aku duduk di sebuah warung kecil dekat sekolah ku yang biasanya sebagai tempat untuk  berteduh sementara sambil menungu kedatangan orang tua ku untuk menjemput aku pulang .Ibu aku yang selalu datang menjemput ku tapi tak jarang juga Ayah menjemputku. Warung itu seperti warung  pada umumnya yang menjual segala jenis minuman seperti kopi, teh, sirup, jus dan berbagai jenis makanan.  Pemilik warung itu namanya Butet, ya kak Butet biasanya orang-orang di sekolah ini memanggilnya dengan sebutan seperti itu. Orangnya baik berambut ikal, tinggi sekitar 165 cm, berkulit agak sedikit hitam. Ah tak penting “yang penting masakannya enak “. Bisik ku dalam hati.
Duduk menikmati segelas jus alpokat dan sepiring indomie goreng smbil menungu Ibu  menjemput aku pulang dari sini, karena Ibu ku tidak berani membiarkan aku pulang sendiri naik angkutan umum atau biasanya di sebut Angkot . Karena Ibu sangat khawatir pada aku yang masih kecil. Menikmati masakan kak Butet yang baru di hidangkan rasanya enak sekali dan jus alpokat pada cuaca yang sepanas ini. Hmm… khayalan ku.
“Chai  sen fen hong bao… chai sen fen hong bao….” Termenung sebentar dan rasanya tak asing di telingga ku dengan sekilas lirik lagu itu di radio  milik kak Butet. Oh aku teringat sebentar lagi perayaan hari Imlek akan segera tiba hanya tinggal beberapa hari saja. Di kota tercinta ku ini memang sudah tak heran lagi apabila mendekati hari besar Imlek , orang-orang pada sudah sibuk semua ada menyiapkan segala pernak-pernik yang berhubungan dengan Imlek, beli baju baru,membersihkan rumah, menyiapkan angpao yang nantinya akan di bagikan kepada anak-anak dan yang sudah menikah tidak akan diberikan lagi, dan berbagai kesibukan lainnya untuk menyambut hari Imlek ini.
Jadi tak heran bila suasana untuk menyambut hari Imlek sangat ramai, bahkan kadang kala dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas dimana-mana, dan  berbagai versi lagu Imlek di putarkan untuk meramaikan suasana Imlek ini. Tarian barongsai juga tak mau kalah sepertinya untuk melengkapi keramaian suasana ini yang orang-orang menyakinkan tarian barongsai dapat mengusir roh-roh jahat.
“Dicky…”, “hei Dicky..”, panggil Ibu sambil mengusap rambut ku, dan membuat aku terbangun dari lamunan ku.
“Apa yang kamu pikirkan Dicky?” tanya Ibu pada ku.
“ ngak Bu, aku terpikirin Imlek Bu rasanya tinggal beberapa hari saja ya”. Kata ku pada Ibu.
“iya sudah dekat Imleknya jangan dipikirin terus, nanti Ibu berikan baju baru untuk mu, sekarang cepat makan indomie kamu itu dan setelah itu Ibu akan antar kamu pulang.” Ucap ibu pada ku.
“iya Bu…” jawab ku singkat dan kembali  makan indomienya.
Tak terasa jam tangan aku telah menunjukan pukul 2 siang dan tanda-tanda hujan akan turun. Yang tadinya terik matahari sangat panas sekarang sudah mulali berangsur mendung dan beberapa kali petir juga sudah menyambar kesana kesini. Aku segera mempercepat gerakan gigi ku untuk mengunyah makanan yang ada di dalamnya.
Setelah membayar  pada kak Butet, aku dan Ibu segera memanggil becak dayung untuk mengantarkan kami pulang ke rumah. Perjalanan menuju rumah kami melewati sebuah rel kereta api yang di sebelahnya ada gubuk tua,yang menjadi aku penasaran apa isi didalamnya tapi aku tidak memberanikan diri  untuk menyuruh abang becak itu berhenti sebentar karena takut Ibu ku marah.
“kiri depan sana ya bang.” Kata Ibu ku pada abang becak itu.
“baik Bu.” Jawab abang itu sambil mengayuh becaknya, sesekali mengusap keringatnya dengan kain yang selalu di karung dilehernya.
Sesampai di rumah Ibu mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan beberapa uang kertas untuk membayar jasa dari abang becak itu dan tak lupa aku juga ikut mengucapkan terima kasih pada abang itu. “Hmm.. kenapa ya aku masih memikirkan gubuk itu.” Bisik ku dalam hati.
Sama seperti hari-hari sebelumnya aku pulang selalu duduk di warung kak Butet untuk menunggu dijemput oleh Ibu ku dengan menggunakan jasa dari abang becak yang sudah lama menjadi langganan kami. Setiap kali melewati gubuk itu aku selalu penasaran dan ingin sekali loncat keluar dari becak untuk melihat isi di dalam gubuk itu, satu hari dengan secara tidak sengaja aku melihat seorang Akong masuk ke gubuk itu sambil memegang sebungkus nasi di tangannya. Dan aku mencoba mengsimpulkan bahwa Akong itu tinggal di gubuk kecil itu, lalu kemana anak-anaknya? Aku merasa  kasihan padanya.
Malam hari aku,Ibu dan Ayah ku makan bersama di meja yang terbuat dari kayu  dengan ukuran yang tidak begitu besar. Ayah bersuara berkata bahwa Imlek tinggak 2 hari dan besok dia dan Ibu akan pergi ke luar kota untuk menyelesaikan masalah pekerjaan dan berjanji akan pulang pada hari pertama Imlek.
“loh, kenapa mendadak seperti ini Ayah?”tanya ku pada Ayah.
“sebenarnya masalah ini ingin Ayah ceritakan kepada kamu, tapi semalam Ayah melihat kamu tidur dengan pulasnya dan tidak ingin menggangu tidur mu.”ucap Ayah.
“dan Ayah sudah memanggil abang becak untuk menjemput kamu pulang dari sekolah besok, malam ini Ayah dan Ibu ingin mengantar kamu pergi melihat acara pameran Imlek, kamu mau ikut?”tanya Ayah lagi.
“mau Ayah,aku mau melihat tarian barongsai.”jawab aku kesenagan.
Ayah, Ibu dan juga aku pergi ke acara pameran Imlek  itu dengan menggunakan jasa taksi  yang kebetulan melintas di depan rumah kami. Sesampai disana acaranya sudah di mulai cukup lama tetapi aku tidak kecewa karena masih banyak acara yang menanti. Tanpa di sangka aku didekati oleh seorang yang bernampilan seperti Dewa rejeki dan aku di berikan 2 buah angpao sambil mengucapkan Gong Xi Fat Chai. Wuah…aku senang sekali dapat angpao.
Mengingat Ayah dan Ibu besok pagi-pagi sudah nau berangkat ke luar kota dan malam pun sudah makin berlarut, kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku masih terus memegang angpao  pemberian  Dewa rejeki.
Besok harinya aku terbangun dan melihat Ayah dan Ibu tidak ada di rumah lagi, yang ada sepucuk surat dari Ibu dan Ayah yang isinya”Dicky, Ayah dan Ibu sudah berangkat tadi pagi, jaga dirimu baik-baik.”singkat tetapi jelas. Gubuk tua itu masih terbayang oleh aku, rasa penasaran semakin menjadi dan akhirnya setelah pulang sekolalh nanti aku memutuskan untuk pergi ke gubuk tua itu dengan di temani oleh abang becak.
Huek…bau sekali saat masuk ke gubuk tua itu, tapi aku tidak mau membuat si Akong itu tersinggung, setelah bertanya-tanya, ternyata Akong ini tinggal sendirian di gubuk tua ini sedangkan anak-anaknya sudah lama tidak berjumpa lagi, sungguh sedih aku melihatnya dan rasanya tidak tega melihat kondisi Akong yang sakit-sakitan seperti ini. Aku membuka tas sekolah ku dan mengeluarkan 1 buah angpao yang diberikan dewa rejeki semalam, lalu ku berikan ke Akong itu dan dia pun menerimanya dengan terharu. Aku berlutut dan berdoa kepada Dewa rejeki ,semoga Akong ini dilimpahkan rejekinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar