Dewa Rejeki dan
Angpao
Aku duduk di sebuah warung kecil dekat
sekolah ku yang biasanya sebagai tempat untuk
berteduh sementara sambil menungu kedatangan orang tua ku untuk
menjemput aku pulang .Ibu aku yang selalu datang menjemput ku tapi tak jarang
juga Ayah menjemputku. Warung itu seperti warung pada umumnya yang menjual segala jenis
minuman seperti kopi, teh, sirup, jus dan berbagai jenis makanan. Pemilik warung itu namanya Butet, ya kak
Butet biasanya orang-orang di sekolah ini memanggilnya dengan sebutan seperti
itu. Orangnya baik berambut ikal, tinggi sekitar 165 cm, berkulit agak sedikit
hitam. Ah tak penting “yang penting masakannya enak “. Bisik ku dalam hati.
Duduk menikmati segelas jus alpokat
dan sepiring indomie goreng smbil menungu Ibu
menjemput aku pulang dari sini, karena Ibu ku tidak berani membiarkan
aku pulang sendiri naik angkutan umum atau biasanya di sebut Angkot . Karena
Ibu sangat khawatir pada aku yang masih kecil. Menikmati masakan kak Butet yang
baru di hidangkan rasanya enak sekali dan jus alpokat pada cuaca yang sepanas
ini. Hmm… khayalan ku.
“Chai sen fen hong bao… chai sen fen hong bao….”
Termenung sebentar dan rasanya tak asing di telingga ku dengan sekilas lirik
lagu itu di radio milik kak Butet. Oh
aku teringat sebentar lagi perayaan hari Imlek akan segera tiba hanya tinggal
beberapa hari saja. Di kota tercinta ku ini memang sudah tak heran lagi apabila
mendekati hari besar Imlek , orang-orang pada sudah sibuk semua ada menyiapkan
segala pernak-pernik yang berhubungan dengan Imlek, beli baju baru,membersihkan
rumah, menyiapkan angpao yang nantinya akan di bagikan kepada anak-anak dan
yang sudah menikah tidak akan diberikan lagi, dan berbagai kesibukan lainnya
untuk menyambut hari Imlek ini.
Jadi tak heran bila suasana untuk
menyambut hari Imlek sangat ramai, bahkan kadang kala dapat menyebabkan
kemacetan lalu lintas dimana-mana, dan
berbagai versi lagu Imlek di putarkan untuk meramaikan suasana Imlek
ini. Tarian barongsai juga tak mau kalah sepertinya untuk melengkapi keramaian
suasana ini yang orang-orang menyakinkan tarian barongsai dapat mengusir
roh-roh jahat.
“Dicky…”, “hei Dicky..”, panggil
Ibu sambil mengusap rambut ku, dan membuat aku terbangun dari lamunan ku.
“Apa yang kamu pikirkan Dicky?”
tanya Ibu pada ku.
“ ngak Bu, aku terpikirin Imlek Bu
rasanya tinggal beberapa hari saja ya”. Kata ku pada Ibu.
“iya sudah dekat Imleknya jangan
dipikirin terus, nanti Ibu berikan baju baru untuk mu, sekarang cepat makan
indomie kamu itu dan setelah itu Ibu akan antar kamu pulang.” Ucap ibu pada ku.
“iya Bu…” jawab ku singkat dan
kembali makan indomienya.
Tak terasa jam tangan aku telah
menunjukan pukul 2 siang dan tanda-tanda hujan akan turun. Yang tadinya terik
matahari sangat panas sekarang sudah mulali berangsur mendung dan beberapa kali
petir juga sudah menyambar kesana kesini. Aku segera mempercepat gerakan gigi
ku untuk mengunyah makanan yang ada di dalamnya.
Setelah membayar pada kak Butet, aku dan Ibu segera memanggil
becak dayung untuk mengantarkan kami pulang ke rumah. Perjalanan menuju rumah
kami melewati sebuah rel kereta api yang di sebelahnya ada gubuk tua,yang
menjadi aku penasaran apa isi didalamnya tapi aku tidak memberanikan diri untuk menyuruh abang becak itu berhenti sebentar
karena takut Ibu ku marah.
“kiri depan sana ya bang.” Kata Ibu
ku pada abang becak itu.
“baik Bu.” Jawab abang itu sambil
mengayuh becaknya, sesekali mengusap keringatnya dengan kain yang selalu di
karung dilehernya.
Sesampai di rumah Ibu mengeluarkan
dompetnya dan mengeluarkan beberapa uang kertas untuk membayar jasa dari abang
becak itu dan tak lupa aku juga ikut mengucapkan terima kasih pada abang itu.
“Hmm.. kenapa ya aku masih memikirkan gubuk itu.” Bisik ku dalam hati.
Sama seperti hari-hari sebelumnya
aku pulang selalu duduk di warung kak Butet untuk menunggu dijemput oleh Ibu ku
dengan menggunakan jasa dari abang becak yang sudah lama menjadi langganan
kami. Setiap kali melewati gubuk itu aku selalu penasaran dan ingin sekali
loncat keluar dari becak untuk melihat isi di dalam gubuk itu, satu hari dengan
secara tidak sengaja aku melihat seorang Akong masuk ke gubuk itu sambil
memegang sebungkus nasi di tangannya. Dan aku mencoba mengsimpulkan bahwa Akong
itu tinggal di gubuk kecil itu, lalu kemana anak-anaknya? Aku merasa kasihan padanya.
Malam hari aku,Ibu dan Ayah ku
makan bersama di meja yang terbuat dari kayu
dengan ukuran yang tidak begitu besar. Ayah bersuara berkata bahwa Imlek
tinggak 2 hari dan besok dia dan Ibu akan pergi ke luar kota untuk
menyelesaikan masalah pekerjaan dan berjanji akan pulang pada hari pertama
Imlek.
“loh, kenapa mendadak seperti ini
Ayah?”tanya ku pada Ayah.
“sebenarnya masalah ini ingin Ayah
ceritakan kepada kamu, tapi semalam Ayah melihat kamu tidur dengan pulasnya dan
tidak ingin menggangu tidur mu.”ucap Ayah.
“dan Ayah sudah memanggil abang
becak untuk menjemput kamu pulang dari sekolah besok, malam ini Ayah dan Ibu
ingin mengantar kamu pergi melihat acara pameran Imlek, kamu mau ikut?”tanya
Ayah lagi.
“mau Ayah,aku mau melihat tarian
barongsai.”jawab aku kesenagan.
Ayah, Ibu dan juga aku pergi ke
acara pameran Imlek itu dengan
menggunakan jasa taksi yang kebetulan
melintas di depan rumah kami. Sesampai disana acaranya sudah di mulai cukup
lama tetapi aku tidak kecewa karena masih banyak acara yang menanti. Tanpa di
sangka aku didekati oleh seorang yang bernampilan seperti Dewa rejeki dan aku
di berikan 2 buah angpao sambil mengucapkan Gong Xi Fat Chai. Wuah…aku senang
sekali dapat angpao.
Mengingat Ayah dan Ibu besok
pagi-pagi sudah nau berangkat ke luar kota dan malam pun sudah makin berlarut,
kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku masih terus memegang angpao pemberian
Dewa rejeki.
Besok harinya aku terbangun dan
melihat Ayah dan Ibu tidak ada di rumah lagi, yang ada sepucuk surat dari Ibu dan
Ayah yang isinya”Dicky, Ayah dan Ibu sudah berangkat tadi pagi, jaga dirimu
baik-baik.”singkat tetapi jelas. Gubuk tua itu masih terbayang oleh aku, rasa
penasaran semakin menjadi dan akhirnya setelah pulang sekolalh nanti aku
memutuskan untuk pergi ke gubuk tua itu dengan di temani oleh abang becak.
Huek…bau sekali saat masuk ke gubuk
tua itu, tapi aku tidak mau membuat si Akong itu tersinggung, setelah
bertanya-tanya, ternyata Akong ini tinggal sendirian di gubuk tua ini sedangkan
anak-anaknya sudah lama tidak berjumpa lagi, sungguh sedih aku melihatnya dan
rasanya tidak tega melihat kondisi Akong yang sakit-sakitan seperti ini. Aku
membuka tas sekolah ku dan mengeluarkan 1 buah angpao yang diberikan dewa
rejeki semalam, lalu ku berikan ke Akong itu dan dia pun menerimanya dengan
terharu. Aku berlutut dan berdoa kepada Dewa rejeki ,semoga Akong ini
dilimpahkan rejekinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar