Arsip Blog

Selasa, 22 Maret 2016

BARANI NASUTON, JAWARA ITU TELAH PERGI



BARANI NASUTON, JAWARA ITU TELAH PERGI
M. Raudah Jambak
Berita duka : telah meninggal dunia Pak Barani Nasution (Tokoh Teater Sumatera Utara) pada hari Rabu 16 Februari pukul empat dinihari di rumah anaknya di daerah Cikeas, Bogor, karena sakit. Tutup usia 69 Tahun.
Demikian sms yang berulang-ulang sampai pada kota system maklumat singkat saya. Entah mengapa, semacam ada pesan yang tak terbaca, mungkin juga sulit ditafsirkan tentang ‘berpulangnya’ tokoh-tokoh penting dari Sumatera Utara ini.
Katakanlah, sebelum ini Z. Pangaduan Lubis, Tengku Lukman Sinar, Ben M. Pasaribu, Aldian Arifin, Sirtoyono, Monos RA, Achi Acuh, Ahmad Samin Siregar, Rusli A. Malem, Amiruddin Ar, dsb. Hentakan dan degup dada ini seperti beruntun. Ada apa?
Penulis, mungkin termasuk diantara sekian banyak seniman yang memiliki kedekatan fisik maupun phisikis, merasakan keterkejutan itu. Ada rasa ketidakpuasan yang sebenarnya masih harus terus diraih. Ilmu dan tenaga yang diberikan sudah cukup luar biasa diberikan. Tetapi sebuah penghargaan belum juga dapat diberikan. Ah, kapankah?
Seperti sekarang ini. Kita mengenal sosok Barani Nasution, yang lahir di Siabu 27 Juli 1941, menyelesaikan SMP di Panyabubgan, SMA di Padang Sidempuan ( 1961 ) dan Sarjana Muda Hukum di UGM Yogyakarta ( 1965 ) dan pernah kuliah di ASDRAFI Yogyakarta ( 1963 – 1965 ) Pernah dapat bimbingan bermain ( disutradarai ) oleh Taufik Effendy, ( 1961), MansyurSamin(1963),SyubahASA ( 1964 ), Adjim Aryadi ( 1965 ), Arifin C.Noor ( 1965 ), dan WS Rendra ( 1969 ) Pertama kali menyutradarai drama Th 1964 naskah BARABAH karya Motinggo Busye di Yogyakarta. Kembali ke Medan th.1970, membentuk kelompok Teater Dionysus ( 1971 ) dan Teater NUANSA (1975) . Pernah jadi karyawan Pusat kesenian dan kebudayaan Sum.Utara (Tapian Daya ) 1975 – 1983 ), pegawai negeri di Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Sum. Utara , Staff Tenaga Teknis Teater ( 1978 ) dan pensiun th. 1999 di Medan. Pembinaan dan pengembangan seni teater di Medan / Sum. Utara tidak luput dari peran serta Barani Nasution sebagai : Tutor, Penatar, Penceramah, ( pemakalah ) Teater, penulis dan Ketua Dewan Juri Festival Drama di berbagai kota seperti Medan, Binjai, Stabat, Tebing Tinggi dan P. Sidmpuan, dll. Pernah sebagai Dosen Luarbiasa di IKIP Neg.Medan dalam mata kuliah Drama ( 1985 – 1991 ). Sebagai Tenaga Teknis Teater di Bidang Kesenian Prop Sum.Utara, aktip sebagai pembimbing Program Sosiodrama di seluruh Dati – II se Sum.Utara ( 1980 – 1983 ), membawa group pementasan tater ke Jakarta ( 1983 dan 1986 ), ke Yogyakarta ( 1985 ), membawa group Tari ke Jepang ( 1994 ), mengikuti Festival Teater Malaysia di Kuala Lumpur ( 2003 ) dan pementasan drama di UKM Kuala Lumpur ( 2004 ). Disamping sebagai aktor dan sutradara, Barani Nasution juga banyak menerjemahkan naskah-naskah drama asing , seperti : Babak –II Adegan –2 Romeo dan Juliet, karya Shake speare, MEDEA karya Euripides, DUABELAS PEMBERANG karya Reginald Rose , Tiga Dara karya Anton P.Chekhov, ALSESTIS, dan HIPPOLITUS karya Euripid es MALAM karya Harold Pinter, ORANG-ORANG RESAH karya Ionesco, dsb.
Beliau cukup banyak melahirkan karya yang monumental. Di antaranya adalah Al- Hallaj yang ditampilkan di Tiara Convention Hall, Tiara Hotel, beberapa waktu yang lalu. Terlepas dari segala kelemahan, penampilan Al- Hallaj ketika itu mampu menggugah seorang pengusaha, sekaligus pejabat penting untuk menjadi donatur pertunjukan. Sehingga perkembangan teater menjadi penuh warna. Pun ketika beliau ikut memberikan masukan yang serius kepada Erwin Kampussi ketika menggelar Sabtu Ketawa yang dianggap sangat berhasil, di Taman Budaya Sumatera Utara.
Mengingat dunia teater  pada zaman dulu  yang disebut dunia pentas, sandiwara atau seni pertunjukan. Aktivitas teater telah berumur lama dimulai dengan seorang saja. Orang itu bernama Thespis berkebangsaan Yunani melakukan kegiatan-kegiatan di atas bukit.
Sedangkan dunia teater di Sumatera Utara dimulai dengan dunia pentas  atau sandiwara. Pada umumnya  pelaku teater di Sumatera Utara adalah wartawan dan pengarang. Diantaranya yang dilakukan oleh Anjar Asmara dengan nama aslinya Abidin Abbas merupakan wartawan harian pewarta deli yang terbit di Medan.
Abidin Abbas memulai karirnya di dunia teater pada tahun 1930 bergabung dalam grup teater profesional Dardanella yang dipimpin seorang Rusdia Putih bernama Piedro suami Miss Dja atau Devi Ja.
Miss Ja adalah primadonanya Dardanella. Anjar Asmara pandai menulis naskah seperti Dr Syamsai, maha Rani, Fatimah dan lain-lain dan juga dilakoninya sendiri.
Tahun 1936 Dardanella melakukan perlawatan ke India, tapi sayang sesampainya di India rombongan Dardanella ini pecah disebabkan bermuara dari dua keinginan dari kelompok teater itu. Kelompok Devi Ja ingin melanjutkan tournya ke Eropah sedangkan kelompok Anjar Asmara, Bachtiar Effendi ingin kembali ke tanah air.
Walau akhirnya diputuskan kelompok Devi Ja bersama suaminya melanjutkan tournya ke Eropah, sedangkan Bachtiar Effendi, istrinya Siuharta Effendi kembali ke tanah air dan mendiikan sandiwara Bollero. Bollero tak cukup panjang untuk bertahan.
Kemudian tokoh yang terkenal dan kini dilupakan banyak orang padahal berjasa dalam dunia teater yakni Achmad CB. Beliauy  setia pada profesinya sebagai seorang pekerja seni teater. Tahun 1931 di Medan mendukung pementasan naskah karya M Saleh Umar (Surapati) berjudul Mutiara Berlumpur.  Tahun 1935 Achmad CB mendirikan Asmara Dhana suatu perkumpulan sandiwara  ketika merantau ke Singapura. Dengan wadah Asmara Dhana beliau banyak melakukan aktivitas  sandiwara dan berkeliling ke luar negeri. Achmad CB  banyak berjasa   sebab berjuang melawan penjajah dengan seni. Tahun  1977 beliau dipanggil Tuhan
Tahun 1930-1932 dalam suatu penelitian pernah berdiri sandiwara bernama Diguliana dan Rasuna Wis.  Diketuai Teuku Putih, anggota-anggotanya Karim MS M Djoni, Djakfar dan lain-lain.
Pada intinya sandiwara pada zaman dahulu merupakan alat perjuangan kemerdekaan. Tokoh yang terkenal  dalam pendukung group sandiwara Diguliana  salah satunya M Saleh Umar (Surapati)  aktif menulis naskah drama yakni Diriku Tak Ada, Bunga Anggrek, Corak Dunia dan lain-lain.
Perjalanan teater di Sumatera Utara  bukan hanya groupnya  tetapi banyak penulis naskah antara lain Merak Jingga  sebagai unsur dalam kelompok teater Nirwanba juga pernah menulis naskah drama kebanyakan satu babak dimana naskah yang terkenal Untuk ku (1933).
Dan Ani Idrus pernah naik pentas dengan gorup sandiwara Surya Negara. Dan pentas lainnya. Selain itu Ani Idrus menulis musik untuk  pertunjukan-pertunjukan sandiwara yang dimainkan gorup musiknya mengadakan show.
Ani Idrus  bermain bersama  dengan Amarullah O. Lubis dengan gorup surya negara pada masa mudanya tahun 1935 bersama dengan Hasan Siregar dan lain-lain. Sebelum lahirnya sandiwara, teater yang  dimaksud penulis  sebelum, tahun 1930- an, maka  pada waktu itu  lahir teater rakyat atau dikenal dengan teater tradisional seperti Makyong. Makyong adalah bentuk  teater rakyat yang kini hampir punah. Teater ini dijumpai  di masyarakat melayu  yang terdapat di Perbaungan, Deli Serdang. Teater ini dilakukan secara spontan di mana rakyat bergembira  setelah berhasil panen.
Dalam kegiatan ini juga dipertunjukkan seni musik seperti gendang, talempong, suling dan lain sebagainya. Kemudian di daerah Tanah Karo dikenal Tembut-Tembut   di Desa Seberaya. Di Dairi dikenal Hoda-Hoda, di Simalungun dikenal sebutan  Mangkudai-Kudai. Ada juga sandiwara keliling yang terkenal antara lain Asdmara Dhana, Sionar Deliu di Sumatera Timur
Pada zaman tahu 40-an muncul group-group sandiwara yang terkenal seperti Surya Negara, Pelita Timur, Nirwana, Menara, Sadriwidjaya, Irama, Sri Timur, Brooms, Ratu Timur, Sri Buana, Sulu, Rantai Emas, Djatinegara, Itas, Deliana, Cantilena dan lain-lain sehingga group- group tersebut membutuhkan naskah untuk dipentaskan sehingga lahirlah penulis-penulis naskah diantaranya TZ Anwar M. Yusuf Abdullah, Bachrum Rangkuti, T Bachtaruddin, Menak Jingga dan sebagainya.
Setelah tahun 1942  lahir gorup sandiwara bernamna Sakura Gekidan  merupakan  ganti nama dari Niwarna. Perhimpunan barito lahir yang didirikan oleh pemuda-pemuda yang berasal dari Binjai, Langkat  yang  didalamnya ada Bachtiar Siagian, kemudian beruba menjadi Dai Tao, kemudian berubah menjadi Jamato akhirnya menjadi Dai Tao Jamato Gekidan. Kemudian lahir group teater pelajar Kesatrya Medan menciptakan  Selendang Pelangi karya Das Chall, Jalan Pulang, bayangan dan lain-lain.  Dari sini lahir aktor terkenal yakni Del Yuzar.
Kemudian lahir grup  teater di daerah seperti di Tebingtinggi tahun 1946 dengan nama Sriwedari dipimpin Anwar Dharma, Usman Siregar dan Asnir Gus. Lakon yang dipentaskan adalah Memendam rasa, dan lain –lain.  Usman Siregar  pentolan Sriwedari. Kemudian masuk Arif Husin Siregar,  yang pernah merndirikan  group drama Gema tahun 1949 dengan wakilnya Abdul Aziz Harahap
Arif Husin Siregar dan seketarisnyas Muhammad TWH dalam Medan Press Club (MPC) menampilkan lokal  diantarnya  komedi Gadis Modern, Di langit Ada Bintang dan lain-lain. MPC menampilkan malam jahanam  festival drama Sumut tahun 1957, dst.
Akhirnya, semoga Pak Barani yang memang pemberani mendapat tempat di sisinya. Dan ilmu serta amal beliau bermanfaat bagi perkembangan teater di Sumatera Utara. Selamat jalan Pak Barani Nasution.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar