BARANI NASUTON, JAWARA ITU TELAH PERGI
M. Raudah Jambak
Berita duka : telah meninggal dunia Pak Barani Nasution (Tokoh
Teater Sumatera Utara) pada hari Rabu 16 Februari pukul empat dinihari di rumah
anaknya di daerah Cikeas, Bogor,
karena sakit. Tutup usia 69 Tahun.
Demikian sms yang
berulang-ulang sampai pada kota
system maklumat singkat saya. Entah mengapa, semacam ada pesan yang tak
terbaca, mungkin juga sulit ditafsirkan tentang ‘berpulangnya’ tokoh-tokoh
penting dari Sumatera Utara ini.
Katakanlah, sebelum ini Z. Pangaduan Lubis,
Tengku Lukman Sinar, Ben M. Pasaribu, Aldian Arifin, Sirtoyono, Monos RA, Achi
Acuh, Ahmad Samin Siregar, Rusli A. Malem, Amiruddin Ar, dsb. Hentakan dan
degup dada ini seperti beruntun. Ada
apa?
Penulis, mungkin
termasuk diantara sekian banyak seniman yang memiliki kedekatan fisik maupun
phisikis, merasakan keterkejutan itu. Ada
rasa ketidakpuasan yang sebenarnya masih harus terus diraih. Ilmu dan tenaga
yang diberikan sudah cukup luar biasa diberikan. Tetapi sebuah penghargaan
belum juga dapat diberikan. Ah, kapankah?
Seperti sekarang
ini. Kita mengenal sosok Barani Nasution, yang lahir di Siabu 27 Juli 1941,
menyelesaikan SMP di Panyabubgan, SMA di Padang Sidempuan ( 1961 ) dan Sarjana
Muda Hukum di UGM Yogyakarta ( 1965 ) dan pernah kuliah di ASDRAFI Yogyakarta (
1963 – 1965 ) Pernah dapat bimbingan bermain ( disutradarai ) oleh Taufik
Effendy, ( 1961), MansyurSamin(1963),SyubahASA ( 1964 ), Adjim Aryadi ( 1965 ),
Arifin C.Noor ( 1965 ), dan WS Rendra ( 1969 ) Pertama kali menyutradarai drama
Th 1964 naskah BARABAH karya Motinggo Busye di Yogyakarta. Kembali ke Medan th.1970, membentuk
kelompok Teater Dionysus ( 1971 ) dan Teater NUANSA (1975) . Pernah jadi
karyawan Pusat kesenian dan kebudayaan Sum.Utara (Tapian Daya ) 1975 – 1983 ),
pegawai negeri di Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Sum. Utara , Staff Tenaga
Teknis Teater ( 1978 ) dan pensiun th. 1999 di Medan. Pembinaan dan pengembangan seni teater
di Medan / Sum.
Utara tidak luput dari peran serta Barani Nasution sebagai : Tutor, Penatar,
Penceramah, ( pemakalah ) Teater, penulis dan Ketua Dewan Juri Festival Drama
di berbagai kota seperti Medan, Binjai, Stabat, Tebing Tinggi dan P. Sidmpuan,
dll. Pernah sebagai Dosen
Luarbiasa di IKIP Neg.Medan dalam mata kuliah Drama ( 1985 – 1991 ). Sebagai
Tenaga Teknis Teater di Bidang Kesenian Prop Sum.Utara, aktip sebagai
pembimbing Program Sosiodrama di seluruh Dati – II se Sum.Utara ( 1980 – 1983
), membawa group pementasan tater ke Jakarta ( 1983 dan 1986 ), ke Yogyakarta (
1985 ), membawa group Tari ke Jepang ( 1994 ), mengikuti Festival Teater
Malaysia di Kuala Lumpur ( 2003 ) dan pementasan drama di UKM Kuala Lumpur (
2004 ). Disamping sebagai aktor dan sutradara, Barani Nasution juga banyak
menerjemahkan naskah-naskah drama asing , seperti : Babak –II Adegan –2 Romeo
dan Juliet, karya Shake speare, MEDEA karya Euripides, DUABELAS PEMBERANG karya
Reginald Rose , Tiga Dara karya Anton P.Chekhov, ALSESTIS, dan HIPPOLITUS karya
Euripid es MALAM karya Harold Pinter, ORANG-ORANG RESAH karya Ionesco, dsb.
Beliau cukup banyak melahirkan karya yang monumental. Di antaranya adalah
Al- Hallaj yang ditampilkan di Tiara Convention Hall, Tiara Hotel, beberapa
waktu yang lalu. Terlepas dari segala kelemahan, penampilan Al- Hallaj ketika
itu mampu menggugah seorang pengusaha, sekaligus pejabat penting untuk menjadi
donatur pertunjukan. Sehingga perkembangan teater menjadi penuh warna. Pun
ketika beliau ikut memberikan masukan yang serius kepada Erwin Kampussi ketika
menggelar Sabtu Ketawa yang dianggap sangat berhasil, di Taman Budaya Sumatera
Utara.
Mengingat
dunia teater pada zaman dulu yang disebut dunia pentas, sandiwara
atau seni pertunjukan. Aktivitas
teater telah berumur lama dimulai dengan seorang saja. Orang itu bernama
Thespis berkebangsaan Yunani melakukan kegiatan-kegiatan di atas bukit.
Sedangkan dunia teater di Sumatera Utara dimulai dengan dunia pentas
atau sandiwara. Pada umumnya pelaku teater di Sumatera Utara adalah wartawan
dan pengarang. Diantaranya yang dilakukan oleh Anjar Asmara dengan nama aslinya
Abidin Abbas merupakan wartawan harian pewarta deli yang terbit di Medan.
Abidin Abbas
memulai karirnya di dunia teater pada tahun 1930 bergabung dalam grup teater
profesional Dardanella yang dipimpin seorang Rusdia Putih bernama Piedro suami
Miss Dja atau Devi Ja.
Miss Ja adalah primadonanya Dardanella. Anjar Asmara pandai menulis naskah
seperti Dr Syamsai, maha Rani, Fatimah dan lain-lain dan juga dilakoninya
sendiri.
Tahun 1936 Dardanella melakukan perlawatan ke India, tapi sayang
sesampainya di India rombongan Dardanella ini pecah disebabkan bermuara dari
dua keinginan dari kelompok teater itu. Kelompok Devi Ja ingin melanjutkan
tournya ke Eropah sedangkan kelompok Anjar Asmara, Bachtiar Effendi ingin
kembali ke tanah air.
Walau akhirnya diputuskan kelompok Devi Ja bersama suaminya melanjutkan
tournya ke Eropah, sedangkan Bachtiar Effendi, istrinya Siuharta Effendi
kembali ke tanah air dan mendiikan sandiwara Bollero. Bollero tak cukup panjang
untuk bertahan.
Kemudian tokoh yang terkenal dan kini dilupakan banyak orang padahal
berjasa dalam dunia teater yakni Achmad CB. Beliauy setia pada profesinya sebagai
seorang pekerja seni teater. Tahun 1931 di Medan mendukung pementasan naskah
karya M Saleh Umar (Surapati) berjudul Mutiara Berlumpur. Tahun 1935
Achmad CB mendirikan Asmara Dhana suatu perkumpulan sandiwara ketika
merantau ke Singapura. Dengan wadah Asmara Dhana beliau banyak melakukan
aktivitas sandiwara dan berkeliling ke luar negeri. Achmad CB banyak
berjasa sebab berjuang melawan penjajah dengan seni. Tahun
1977 beliau dipanggil Tuhan
Tahun 1930-1932
dalam suatu penelitian pernah berdiri sandiwara bernama Diguliana dan Rasuna
Wis. Diketuai Teuku Putih, anggota-anggotanya Karim MS M Djoni, Djakfar
dan lain-lain.
Pada intinya sandiwara pada zaman dahulu merupakan alat perjuangan
kemerdekaan. Tokoh yang terkenal dalam pendukung group sandiwara
Diguliana salah satunya M Saleh Umar (Surapati) aktif menulis
naskah drama yakni Diriku Tak Ada, Bunga Anggrek, Corak Dunia dan lain-lain.
Perjalanan teater di Sumatera Utara bukan hanya groupnya tetapi
banyak penulis naskah antara lain Merak Jingga sebagai unsur dalam
kelompok teater Nirwanba juga pernah menulis naskah drama kebanyakan satu babak
dimana naskah yang terkenal Untuk ku (1933).
Dan Ani Idrus pernah naik pentas dengan gorup sandiwara Surya Negara. Dan
pentas lainnya. Selain itu Ani Idrus menulis musik untuk
pertunjukan-pertunjukan sandiwara yang dimainkan gorup musiknya mengadakan
show.
Ani Idrus bermain bersama dengan Amarullah O. Lubis dengan
gorup surya negara pada masa mudanya tahun 1935 bersama dengan Hasan Siregar
dan lain-lain. Sebelum lahirnya sandiwara, teater yang dimaksud
penulis sebelum, tahun 1930- an, maka pada waktu itu lahir
teater rakyat atau dikenal dengan teater tradisional seperti Makyong. Makyong
adalah bentuk teater rakyat yang kini hampir punah. Teater ini
dijumpai di masyarakat melayu yang terdapat di Perbaungan, Deli
Serdang. Teater ini dilakukan secara spontan di mana rakyat bergembira
setelah berhasil panen.
Dalam kegiatan ini juga dipertunjukkan seni musik seperti gendang,
talempong, suling dan lain sebagainya. Kemudian di daerah Tanah Karo dikenal
Tembut-Tembut di Desa Seberaya. Di Dairi dikenal Hoda-Hoda, di
Simalungun dikenal sebutan Mangkudai-Kudai. Ada juga sandiwara keliling
yang terkenal antara lain Asdmara Dhana, Sionar Deliu di Sumatera Timur
Pada zaman tahu 40-an muncul group-group sandiwara yang terkenal seperti
Surya Negara, Pelita Timur, Nirwana, Menara, Sadriwidjaya, Irama, Sri Timur,
Brooms, Ratu Timur, Sri Buana, Sulu, Rantai Emas, Djatinegara, Itas, Deliana,
Cantilena dan lain-lain sehingga group- group tersebut membutuhkan naskah untuk
dipentaskan sehingga lahirlah penulis-penulis naskah diantaranya TZ Anwar M.
Yusuf Abdullah, Bachrum Rangkuti, T Bachtaruddin, Menak Jingga dan sebagainya.
Setelah tahun 1942 lahir gorup sandiwara bernamna Sakura
Gekidan merupakan ganti nama dari Niwarna. Perhimpunan barito lahir
yang didirikan oleh pemuda-pemuda yang berasal dari Binjai, Langkat
yang didalamnya ada Bachtiar Siagian, kemudian beruba menjadi Dai Tao,
kemudian berubah menjadi Jamato akhirnya menjadi Dai Tao Jamato Gekidan.
Kemudian lahir group teater pelajar Kesatrya Medan menciptakan Selendang
Pelangi karya Das Chall, Jalan Pulang, bayangan dan lain-lain. Dari sini lahir aktor terkenal yakni Del Yuzar.
Kemudian lahir
grup teater di daerah seperti di Tebingtinggi tahun 1946 dengan nama
Sriwedari dipimpin Anwar Dharma, Usman Siregar dan Asnir Gus. Lakon yang dipentaskan
adalah Memendam rasa, dan lain –lain. Usman Siregar pentolan
Sriwedari. Kemudian masuk Arif Husin Siregar, yang pernah
merndirikan group drama Gema tahun 1949 dengan wakilnya Abdul Aziz
Harahap
Arif Husin Siregar dan seketarisnyas Muhammad
TWH dalam Medan Press Club (MPC) menampilkan lokal diantarnya
komedi Gadis Modern, Di langit Ada Bintang dan lain-lain. MPC menampilkan malam
jahanam festival drama Sumut tahun 1957, dst.
Akhirnya, semoga
Pak Barani yang memang pemberani mendapat tempat di sisinya. Dan ilmu serta
amal beliau bermanfaat bagi perkembangan teater di Sumatera Utara. Selamat
jalan Pak Barani Nasution.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar