PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI MELALUI AKTIFITAS BERCERITA DAN MENDONGENG
A.CERITAPendidik yang baik adalah pendidik yang menguasai cerita dan mampu bercerita. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh anak-anak (pendidik, tutor, pengasuh anak usia dini) menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti yang luhur serta mengembangkan kreatifitas secara efektif dan menyenangkan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Cerita merupakan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb); karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang, kejadian dsb, baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka; lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan di film (sandiwara, wayang, dsb).
Bercerita (storytelling) tidak sama dengan membacakan cerita (reading story). Bagus Takwin dalam bukunya, Psikologi Naratif, Membaca Manusia sebagai Kisah (2007), memaparkan pendapat para tokoh-tokoh antropolog dan folklore mengenai keunikan aktivitas bercerita. Pada intinya, bercerita lebih dari sekedar membacakan cerita; dalam bercerita, kita juga menghidupkan kembali kisah (entah itu tulisan atau lisan) dengan menggunakan beragam keterampilan dan alat bantu. Dasar-dasar ilmu peran, seperti pengubahan suara, ekspresi wajah, gerak tubuh, menjadi sangat penting dalam proses bercerita. Pencerita juga melibatkan sebanyak mungkin (meskipun tidak menjadi kewajiban) penggunaan media bantu, seperti gambar sederhana, musik pengiring, atau model (misalnya boneka atau rumah-rumahan) dapat membantu menghidupkan kisah yang kita sampaikan dalam benak pendengarnya.
Namun yang paling membedakan bercerita dari membacakan cerita adalah dimungkinkannya interaksi antara pencerita dan pendengar dari awal hingga akhir aktivitas bercerita. Dalam hubungan orang tua-anak misalnya, anak bisa mengusulkan atau memilih cerita tertentu yang ingin ia dengarkan pada saat itu. Ketika aktivitas bercerita tengah berlangsung, anak juga dapat memberi masukan kepada pencerita (orang tua), bisa dari dari segi teknis (cara bercerita) atau dari isi cerita itu sendiri. Setelah cerita selesai, interaksi tetap bisa dipertahankan, misalnya dengan memandu anak untuk mengambil hikmah dari cerita tersebut.
1.Manfaat Cerita
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Cerita yang disampaikan pada masa kanak-kanak akan melekat sepanjang hidupnya. Nilai–nilai kehidupan yang terserap itu dapat diaplikasikan kedalam kehidupan nyata. Dapatlah dibayangkan bahwa cerita memiliki dampak yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian anak. Pada proses pendidikan, cerita memiliki manfaat yang sama penting dengan aktifitas dan program pendidikan itu sendiri. Menurut kak Bimo (2011), bercerita memiliki manfaat seperti diuraikan di bawah ini:
a.Membangun Kedekatan Emosional
Kegiatan bercerita berbagai hal, baik itu berupa kejadian dalam kehidupan sehari-hari ataupun cerita rekaan pada anak dengan penuh penghayatan, akan memunculkan ragam rasa pada anak sesuai dengan sifat-sifaf yang ada dalam tokoh cerita tersebut. Jalinan batin berupa ekspresi yang diramu sedemikian rupa oleh pendidik dapat membangun kedekatan emosional anak. Rasa sayang, hormat, dan keteladanan secara alami akan berlangsung pada setiap proses pembelajaran.
b.Media Penyampai Pesan atau Nilai Moral dan Agama
Cerita biasanya memiliki nilai-nilai kehidupan tertentu ataupun mengandung pesan moral kehidupan. Pada dasarnya anak-anak lebih senang mendengarkan cerita daripada dinasehati atau diperintah, maka untuk mengajarkan nilai moral atau nilai-nilai yang ada dalam agama lebih efektif bila menggunakan metode bercerita. Teknik menyampaikan pesan maupun pengajaran moral melalui cerita ini dengan cara diselipkan dalam cerita, atau memang pesan dan nilai-nilai moral tersebut dikemas menjadi cerita. Pesan-pesan yang ingin disampaikan atau nilai moral itu bisa juga sampaikan pada akhir cerita dalam kesimpulan atau disimpulkan bersama-sama.
c.Pendidikan Imajinasi/Fantasi
Kegiatan bercerita merupakan proses untuk berimajinasi dan berfantasi, baik yang dilakukan oleh pencerita maupun yang mendengarkan cerita. Berimajinasi dan berfantasi adalah sebuah proses kejiwaan yang sangat penting bagi anak-anak sebagai dasar dari kreatifitas. Imajinasi dan fantasi juga akan mendorong rasa ingin tahu anak dan rasa ingin tahu ini dapat mengembangkan intelektual anak. Jadi untuk mengembangkan intelektualitas dan merangsang daya kreatifitas anak bisa dilakukan dengan cara bercerita.
d.Menyalurkan dan Mengembangkan Emosi
Emosi anak selain perlu untuk disalurkan juga perlu dilatih. Metode atau cara yang digunakan adalah dengan bercerita. Melalui cerita ini, emosi anak diajak untuk mengarungi berbagai perasaan manusia, baik kesedihan, kemalangan, kebahagiaan, kegembiraan, duka, dan nestapa. Dengan menghayati berbagai emosi dan perasaan orang lain maka anak akan terlatih untuk berempati dan bersimpati pada orang lain.
e.Membantu Proses Identifikasi Diri
Bercerita dapat berperan dalam proses pembentukan watak seorang anak. Sifat dasar anak usia dini adalah suka meniru, jadi dalam pembelajaran mengenali diri atau mengidentifikasi diri bisa dilakukan dengan cara cerita. Melalui cerita ini, anak-anak akan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur dan perbuatan baik dan perbuatan buruk. Anak-anak akan meniru figur atau tokoh yang memiliki sifat baik dan anak akan mengidentifikasi dirinya seperti tokoh atau figur yang baik tersebut.
f.Memperkaya Pengalaman Batin
Melalui cerita, kita dapat menyajikan kemungkinan kejadian kehidupan manusia, pengalaman maupun sejarah manusia secara riil. Dengan mendengarkan cerita anak-anak akan terlatih memahami berbagai makna kehidupan bahkan hukum-hukum kehidupan manusia. Semakin sering anak mendengarkan cerita maka pengalaman batinnya lebih kaya dan ini sangat membantu kematangan jiwanya. Jiwa yang matang dan kokoh tidak akan mudah terombang-ambing oleh rayuan, godaan dan tantangan hidup. Anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang tegar dan berprinsip dalam menghadapi hidup ini.
g.Sarana Hiburan dan Penarik Perhatian
Cerita merupakan media dan sarana hiburan yang murah meriah bagi anak. Setiap anak pasti suka dengan cerita, maka ditengah kepenatan dan kejenuhan anak dalam belajar bisa diselipkan cerita biar anak merasa segar atau fres kembali. Cerita bisa dimanfaatkan untuk menghibur anak dan mengembalikan suasana aktif dalam belajar.
h.Sarana Membangun Watak Mulia
Cerita dapat membangun watak anak-anak melalui teladan tokoh-tokoh yang ada didalam cerita tersebut. Manfaat ini digunakan oleh bangsa Jepang untuk membangun watak kesatria anak-anak usia dini dijepang melalui kisah tokoh-tokoh samurai dan ini dimasukan dalam kurikulum pendidikan nasional. Pendidik-Pendidik di Amerika memasukan dongeng-dongeng futuristik dalam pendidikannya untuk membangun watak anak-anak didiknya terobsesi dengan hal-hal yang berhubungan dengan teknologi masa depan. Pendidik-Pendidik di Cina mengajar kegigihan dan kerja keras serta keuletan dalam mencapai kesuksesan dengan media cerita. Orang tua di Sumatera Barat mengajarkan kemandirian anak-anaknya dengan kisah-kisah tentang perantau-perantau suksesnya.
2.Jenis-Jenis Cerita
Jenis-jenis cerita dapat dibedakan dari berbagai sudut pandang, dan dari itulah kita dapat memilah-milah jenis ceritanya. Dibawah ini akan diuraikan mengenai berbagai sudut pandang dan jenis-jenis ceritanya:
a.Berdasarkan Pelaku (fabel, dunia benda mati, dunia manusia, campuran/kombinasi)
b.Berdasarkan Kejadian (cerita sejarah, cerita fiksi, cerita fiksi sejarah)
c.Berdasarkan Sifat Waktu Penyajian (cerita bersambung, cerita serial, cerita lepas, cerita sisipan, cerita ilustrasi)
d.Berdasarkan Sifat dan Jumlah Pendengar (cerita privat, cerita kelas dan cerita forum terbuka)
e.Berdasarkan Teknik Penyampaian (cerita langsung, membacakan cerita)
f.Berdasarkan Pemanfaatan Peraga (dengan alat peraga dan tanpa alat peraga)
Oleh sebab itu, bila penyajian cerita kita ingin mencapai sasarannya, sejak awal harus mempertimbangkan jenis-jenis cerita secara seksama. Sebab, masing-masing jenis cerita membutuhkan teknik, gaya dan pendekatan yang berbeda. Selain itu, pemahaman yang mendalam akan jenis dan karakter pendengar (audience) juga sangat dibutuhkan.
3.Praktek Bercerita
a.Teknik Bercerita: Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut :
1.Narasi adalah tulisan yang berisi rangkaian peristiwa atau kejadian yang membuat pembaca atau pendengar (kalau narasi tersebut dibacakan untuk orang lain) seolah-olah pembaca atau pendengar tersebut mengalami dan melihat sendiri. Contoh narasi adalah sebagai berikut:
“Pada dahulu kala hiduplah seekor kura-kura dan seekor burung elang. Walaupun sang kura-kura dan elang jarang bertemu karena sang kura-kura lebih banyak menghabiskan waktu disemak-semak sedangkan sang elang lebih banyak terbang, namun tidak menghalangi sang elang untuk selalu mengunjungi teman kecilnya yang baik hati, sang kura-kura”.
2.Dialog adalah tulisan yang berisi percakapan, baik secara tertulis maupun secara lisan antara dua tokoh atau lebih. Contoh dialog adalah sebagai berikut:
Tak berapa seluruh penghuni hutan rimba berkumpul untuk memilih Raja yang baru. Pertama yang dicalonkan adalah Macan Tutul, tetapi macan tutul menolak. “Jangan, melihat manusia saja aku sudah lari tunggang langgang,” ujarnya. “Kalau gitu Badak saja, kau kan amat kuat,” kata binatang lain. “Tidak-tidak, penglihatanku kurang baik, aku telah menabrak pohon berkali-kali.” “Oh…mungkin Gajah saja yang jadi Raja, badan kau kan besar..”, ujar binatang-binatang lain. “Aku tidak bisa berkelahi dan gerakanku amat lambat,” sahut gajah.
Dialog dalam cerita tersebut ditandai dengan tanda aphostrope atau tanda petik dua. Dialog juga diakhiri atau diawali dengan tokoh yang mengucapkan kata-kata tersebut.
3.Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi non verbal dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamati.
4.Visualisasi gerak/Peragaan (acting) adalah memperagakan apa yang diucapkan oleh pencerita atau merubah dari bahasa verbal menjadi bahasa gerak. Misalnya ketika pencerita sedang menceritakan satu tokoh yang sedang berlari, maka pencerita bisa memperagakan gerak lari tersebut di tempat. Peragaan atau acting ini penting untuk pendengar agar terjembatani antara imajinasi dan realitas atau gambaran nyata.
5.Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim. Hal ini sangat dibutuhkan oleh pencerita, karena pencerita harus menyuarakan atau memainkan beberapa tokoh dalam cerita itu sendirian. Jadi dengan adanya ilustrasi suara, maka pendengar akan bisa membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain atau merasakan suasana yang sedang dibangun oleh pencerita.
6.Media atua alat peraga bisa juga membantu dalam memvisualisasikan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Kebutuhan media atau peraga ini tidak mutlak harus ada, karena tujuan utama dari bercerita adalah melatih pendengar untuk mampu berimajinasi dengan baik.
7.Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
b.Mengkondisikan pendengar untuk tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib ini harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita, karena bercerita sebenarnya mempengaruhi psikologi atau alam bawah sadar pendengar agar mampu menerima apa yang terkandung dalam cerita yang kita ceritakan.
c.Teknik membuka Cerita; ”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
1.Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu atau bapak telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
2.Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
3.Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita Ibu Pendidik hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama !
4.Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang Pendidik yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
5.Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
6.Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
7.Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain.
8.Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita.
9.Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain (kak Bimo, 2011).
d.Menutup Cerita dan Evaluasi dapat dilakukan dengan:
1.Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
2.Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
3.Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada Pendidik!”
4.Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
5.Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
e.Penanganan Keadaan Darurat, apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
1.Anak menebak cerita.
Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita.
2.Anak mencari perhatian.
Penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
3.Anak mencari kekuasaan.
Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.
4.Anak gelisah.
Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
5.Anak menunjukkan ketidakpuasan.
Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
6.Anak-anak kurang kompak.
Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
7.Kurang taat pada aturan atau tata tertib.
Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.
8.Anak protes minta ganti cerita.
Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
9.Anak menangis.
Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
10.Anak berkelahi.
Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita.
11.Ada tamu.
Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
f.Media dan Alat bercerita berdasarkan cara penyajiannya; bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (direct story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung: kucing, dsb.) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, digunakan papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
B.DONGENG
Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, Saur Sepuh, Tutur Tinular). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum tentu dongeng.” Biasanya dongeng adalah cerita pada masa yang telah lama/silam dan masih hidup sebagai kebudayaan rakyat. Mendongeng maksudnya adalah bercerita atau menceritakan dongeng.
1.Manfaat Dongeng
Mengapa kita harus mendongeng? Karena dongeng mempunyai manfaat antara lain:
a.Dengan mendongeng, anak mengenal lingkungannya, mengenal karakter dan budi pekerti baik buruk, dan mendorong anak untuk menjauhi perbuatan yang dilarang dan melakukan perilaku budi pekerti yang positif.
b.Tujuan utama dari mendongeng adalah memperkaya pengalaman batin dan imajinasi anak serta menstimulasi reaksi sehat atasnya.
c.Mendongeng dapat merangsang dan menumbuhkan imajinasi serta daya fantasi anak secara wajar.
d.Mengembangkan daya penalaran, sikap kritis dan kreatif.
e.Mengetahui cerita dari sebuah dongeng, khususnya yang berhubungan dengan sejarah, anak akan mempunyai sikap peduli terhadap nilai luhur bangsa.
f.Melalui dongeng anak akan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru, serta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan.
g.Mendengarkan sebuah dongeng, anak mempunyai rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak-anak.
h.Melalui dongeng, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh ataupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Ini pertanda bahwa anak-anak yang imajinasinya terstimulasi dengan baik akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang kreatif.
i.Meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Kata-kata yang digunakan dalam dongeng sangat baik untuk manambah perbendaharaan kata anak, sehingga memudahkan anak berkomunikasi dengan orang lain.
j.Cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, serta berbagai kebiasaan sehari-hari seperti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap aneka nilai tersebut karena orang tua di sini tidak bersikap memerintah atau mengPendidiki. Sebaliknya, para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak.
k.Dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan orang tuanya, anak diharapkan mulai tumbuh ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya.
l.Belajar mengenai kehidupan. Anak-anak akan belajar mengenali berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi oleh tokoh-tokoh dalam cerita dan bagaimana para tokoh itu menyelesaikan masalahnya. Hal ini dapat melatih anak berpikir rasional dan praktis, menyelesaikan masalah, serta mengambil keputusan.
m.Bagi anak-anak yang baru saja mengalami trauma atau sedang sakit, dongeng juga bisa jadi ajang pelepasan ekspresi, penyembuhan luka hati dan hiburan.
n.Dengan dongeng anak dilatih agar tak malu dan percaya diri. Interaksi yang baik antara pendongeng dengan anak akan memancing anak untuk bertanya, berkomentar, menjawab pertanyaan, bahkan menirukan tokoh dalam cerita.
o.Sebagai sarana untuk membangun karakter anak. Hubungan kegiatan mendongeng dengan pembentukan kepribadian anak terjadi saat anak mulai dapat mengidentifikasi tokoh. Ketika anak ikut hanyut dalam cerita, ia segera melihat dongeng dari mata, perasaan, dan sudut pandangnya.
p.Mendorong rasa ingin tahu. Dongeng yang kerahasiaan ceritanya terjaga dapat membuat anak betah berlama-lama duduk hanya karena ingin mengetahui akhir dari cerita dongeng yang mereka dengar. Rasa ingin tahu itu penting karena dapat menjadi pintu masuk ilmu pengetahuan.
q.Menstimulai jiwa petualangan. Melalui petualangan, anak akan belajar tentang banyak hal dari lingkungan di sekitarnya. Nah, kegiatan mendongeng bisa memberikan inspirasi anak untuk bertualang seperti tokoh yang ia dengar dari dongeng.
r.Menghangatkan hubungan orang tua dan anak. Dengan mendongeng orang tua bisa berbagi pengalaman, berkomunikasi, dan memberikan kesempatan pada anak.
s.Membantu memperluas wawasan anak. Anak tidak perlu ketempat yang belum dia kenal. Dengan dongeng wawasan anak menjadi bertambah luas.
t.Anak dapat menempatkan dirinya di tengah masyarakat dengan benar. Anak bisa memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Ini akan membantu mereka dalam mengidentifikasikan diri dengan lingkungan sekitar, di samping memudahkan mereka menilai dan memposisikan diri di tengah-tengah orang lain.
2.Jenis-Jenis Dongeng
Dongeng yang dapat diceritakan pada anak :
a.Dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara, dongeng ini disajikan dalam waku istirahat secara romantis, mengandung humor dan menarik seperti kisah Abu Nawas, Saridin Di Pati, punakawan dalam pewayangan dan sebagainya.
b.Dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan nenek moyang. Biasanya dongeng ini disebut dengan mythe yaitu dongeng yag bercerita tentang dewa-dewa dan berkaitan dengan kepercayan masyarakat yang turun temurun. Seperti dongeng tentang penguasa padi yaitu Dwi Sri, tentang penguasa pantai selatan yaitu Nyi roro Kidul atau Nyi Blorong dan sebagainya.
c.Dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat. Dongeng tersebut biasa disebut legenda, yaitu dongeng yang menceritakan asal usul terjadinya suatu tempat. Misalnya terjadinya Gunung Tangkuban Perahu, Menara Kudus yang diceritakan berasal dari Candi Hindu, berdirinya Candi Prambanan,dan sebagainya.
d.Dongeng yang berkaitan dengan cerita rakyat, pada umumnya dongeng ini disusun untuk misi pendidikan misalnya kisah Malin Kundang, Sangkuriang dan Dayang Sumbi dan sebagainya.
e.Dongeng futuristik atau modern yaitu dongeng yang bersumber dari imajinasi tentang kondisi masa depan yang dapat menembus ruang, dan waktu. Seperti cerita Jumanji, film Star Trek yang berisi masa depan dan sebagainya.
f.Dongeng Fabel ialah dongeng tentang kehidupan binatang yang digambarkan dan bisa bicara seperti manusia, biasanya bersifat sindiran atau kiasan. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain cerita si kancil dan kura-kura, srigala dan 3 anak babi, kucing bersepatu merah, sikancil dan buaya dsb. Tujuan dongeng ini menggugah imajnasi dan fantasi anak agar tumbuh dan berkembang.
g.Dongeng pendidikan yaitu dongeng yang dengan sengaja dibuat untuk memperbaiki perilaku seseorang. Skenario dibuat sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan dapat memberikan perubahan pada perilakunya sesuai kehendak pembuat skenario.
h.Dongeng sejarah, yaitu berisi tentang sejarah seorang tokoh atau kejadian. Seperti tema kepahlawanan, sahabat Nabi, tokoh-tokoh bangsa yang menonjol dan sebagainya dengan tujuan untuk meneladani tokoh yang ada didalam dongeng.
i.Dongeng terapi yaitu dongeng yang digunakan untuk terapi orang yang trauma atas suatu kejadian. Misalnya untuk korban gempa, tsunami, banjir, tanah longsor danmusibah lainnya. Tujuan dongeng ini adalah untuk relaksasi dari kondisi mental yang mungkin down akibat musibah yang menimpah dirinya.
3. Teknik Menyiapkan Naskah Dongeng
a. Sumber Cerita Yang Telah Ada
Seorang pendidik yang akan bercerita pasti harus menentukan terlebih dahulu gambaran jalan ceritanya. Ia bisa saja mengambil dari buku-buku, majalah atau komik-komik tertentu. Bila langkah ini yang diambil maka dikatakan bahwa pendidik itu menggunakan sumber cerita yang sudah ada. Tentu saja cerita yang dipilih harus sudah dipertimbangkan masak-masak. Apakah cerita itu tepat ? Apakah cerita itu mempunyai bobot dan greget yang kuat ? Apakah cerita itu memberikan ruang gerak yang luas kepada pencerita untuk mengembangkan teknik penyajiannya ? Apakah cerita itu alurnya pas, tidak terlalu singkat dan tidak terlalu panjang ?. Boleh jadi ada naskah cerita yang perlu diperkaya adegannya, perlu diperdalam nilai konfliknya, atau perlu dimodifikasi/diubah penyelesaianya, dan sebagainya. Nah, bila sudah yakin benar atas pilihan ceritanya, maka seorang pencerita harus melanjutkannya dengan langkah-langkah berikutnya:
1.Memilih naskah dongeng yang tepat
2.Mengubah naskah, yaitu dari naskah dengan bahasa tulis menjadi naskah yang siap dibacakan secara lisan (naskah dengan bahasa lisan). Ingatlah, naskah itu tidak hanya harus bagus untuk dibaca, tetapi harus menarik untuk dibacakan.
3.Membaca naskah baru itu berulang-ulang sehingga pencerita yakin bahwa dirinya benar-benar menguasai alur/plot cerita (Nama-nama tokohnya juga jangan sampai lupa).
4.Menyiapkan bumbu-bumbu cerita (bila perlu tertulis dalam naskah). Untuk jenis cerita langsung (direct story) prosedur di atas mutlak diperlukan, terutama bagi pemula.
5.Tetap penting untuk pendongeng, sebab bila pendongeng telah setengah hafal maka ia akan terhindar dari mendongeng yang tersendat-sendat, salah baca, salah interpretasi atas sifat adegan ternyata kurang mendapat respon positif dan pendengarannya, karena pendongeng kurang menguasai segi-segi detail dari penyajian cerita tersebut. Untuk menghindari kesalahan interpretasi, sebaiknya naskah cerita diberi tanda-tanda khusus (misalnya digaris bawahi, diberi warna beda, dan sebagainya) atau penulisan naskahnya dirancang mirip naskah drama. pendongeng yang berpengalamanpun biasanya melakukan prosedur yang sama, meskipun prosedur 1 dan 4 tidak dilakukan secara khusus, ia cukup melakukannya di alam imajinasinya sendiri.
b.Mengarang Cerita Sendiri
Bila seorang pencerita hendak membuat naskah sendiri, maka yang terpenting ia harus menentukan terlebih dahulu alur atau plot cerita. Bisa dalam bentuk karangan/bagan alur/plot cerita atau sinopsis, bisa pula tertulis secara lengkap/detail. Bila ditulis secara lengkap, sebagaimana gambaran di atas, harus ditulis dengan gaya bahasa lisan. Selanjutnya prosedurnya relatif sama dengan prosedur di atas, yang penting alur/plot cerita harus benar dikuasai.
C.PEMBELAJARAN DENGAN CERITA TEMATIK
Pembelajaran ini dilakukan bukan seperti teknik pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para pendidik, pembimbing maupun pengasuh anak. Materi pembelajaran yang ingin disampaikan kepada anak dikemas dalam sebuah cerita yang menyenangkan serta menggugah rasa ingin tahu anak. Teknik berceritanya lebih banyak mengunakan teknik berdialog antar tokoh yang ada didalam cerita. Teknik berdialog ini sangat bagus, karena anak-anak tidak merasa diPendidiki atau dinasehati, tetapi anak akan memperhatikan dialog dan isi dialog antar tokoh kemudian dialog tersebut akan diserap seolah itu adalah milik anak.
Cerita tematik ini biasanya tidak tersedia, tetapi cerita harus disusun oleh pendidik, pembimbing atau pengasuh sesuai dengan tema yang hendak disampaikan. Tema-tema yang digunakan untuk cerita untuk anak usia dini adalah tema-tema yang ada di sekeliling anak, misalnya tema tanaman, makanan dan minuman, kendaraan atau transportasi, kebersihan dan kesehatan, susunan keluarga, diri sendiri dan lain-lain. Dari tema-tema yang besar ini bisa buat menjadi sub-sub tema yang hendak diceritakan.
Contoh cerita tematik yang di susun oleh Kak Bimo (2011), yaitu cerita bertemakan tentang kebersihan dan kesehatan.
Tema : Kebersihan dan Kesehatan
Sub Tema : Manfaat kebersihan dan kesehatan
Cara memelihara kebersihan dan kesehatan
Kebersihan dan kesehatan diri sendiri
Kebersihan dan kesehatan lingkungan
Alat-alat kebersihan
Akibat hidup tidak bersih dan tidak sehat
Macam-macam penyakit
Contoh ceritanya:
Jenderal Virus dan Kapten Kuman
Sahdan, pesawat-pesawat meluncur dari negeri penyakit mendarat di Yogyakarta, di tempat yang paling jorok bernama tempat sampah. Pesawat ini dikendalikan oleh Jenderal Virus dan Kapten Kuman yang mendapat perintah dari sang Maha Raja Penyakit untuk membuat anak-anak di kota Yogyakarta sakit semua.
Jenderal Virus : Wahai Kapten!
Kapten Kuman : Iya Jenderal.
Jenderal Virus : Kita diperintahkan oleh sang Maha Raja Penyakit untuk membuat anak disini sakit semua.
Kapten Kuman : Siap jenderal, telah aku siapkan ribuan pasukanku, berjuta pasukan virus, bakteri serta jamur yang akan membuat anak-anak disini sakit perut, sakit gigi, telinganya congekan, pilek dan demam berdarah, hahahahah….
Jenderal Virus : Bagus, naiklah ke kaki-kaki lalat, moncong-moncong nyamuk dan tangan-tangan yang tidak dicuci sebelum makan, kaki-kaki yang tidak dicuci sebelum tidur, rambut yang tidak dikeramas, serta badan yang tidak dicuci dengan sabun ketika mandi.
Kapten Kuman : Baik Jenderal, segera kami akan berangkat mencari anak-anak itu. Pasukan……..Maju……..!
Semua pasukan yang dipimpin Kapten Kuman berangkat sesuai dengan yang diperintahkan oleh Jendera Virus dan menempatkan dirinya sesuai dengan yang telah ditentukan. Tiga hari kemudian Kapten melapor pada Jenderal.
Kapten Kuman : Lapor Jenderal, kita gagal.
Jenderal Virus : Apa maksudmu kita gagal Kapten?
Kapten Kuman : Anak-anak disini, mereka menjaga kebersihan dan kesehatan mereka sendiri. Mereka mencuci tangan sebelum makan, mereka keramas, menggosok gigi, membersihkan telinga dengan cotton bud, mereka membersihkan meja dan kursi dengan sulak atau kemoceng, mereka mengepel lantai, bahkan mereka mandi dengan sabun antiseptik.
Jenderal Virus : Sabun antiseptik?
Kapten Kuman : Iya
Jenderal Virus : Apa Itu?
Kapten Kuman : Jenderal belum tahu?
Jenderal Virus : Belum
Kapten Kuman : Hahahahaha…., Jenderal katrok! Ups, maaf Jenderal (sambil muka salah tingkah) Antiseptik kan pembunuh kuman, seperti kita.
Jenderal Virus : Huaaahh, bahaya…kita bisa kena marah sang Maha Raja Penyakit.
Kapten Kuman : Lahh, terus bagaimana?
Jenderal Virus : Jangan kwatir, kulihat di teropongku ada anak yang sedang jajan makan cilok. Lihat disana!
Kapten Kuman : Ha…cilok?
Jenderal Virus : Kulihat sausnya berwarna merah terang, berarti mengandung bahan kimia.
Kapten Kuman : Apa bahan kimia itu Jenderal?
Jenderal Virus : Itu adalah racun yang akan membuat mereka sakit, dan jangan lupa saus itu sudah basi dan telah banyak tumbuh jamur-jamur yang akan membuat mereka keracunan pula.
Kapten Kuman : Hahahaha…aku tahu tugasku, pasukan jamuuuur.berangkat!
Nama anak yang suka jajan itu adalah Kaslan. Ketika Kaslan jajan, ia mengatakan sesuatu.
Kaslan : Terima kasih bang, enak makanannya, ciloknya lezat loh rasanya, aku mau pulang dulu ya bang ya, sudah dipanggil emak!
Ketika Kaslan berjalan pulang, ia berkata kepada teman-temannya
Kaslan : Ayo teman-teman, kita pulang yuk! Aku dipangil emak nih, da..da…!
Kaslan : (Bret…bret….bret) Eeeeekhhhh, apa ini, perutku sakit sekali.
(Bret…bret..bret…) Aaaahhh….gara-gara jajan sembarangan, perutku sakit..Aaaahhh…aku gak mau jajan sembarangan lagi.
D.KESIMPULAN
Setiap anak memiliki tahap-tahap perkembangan yang berbeda-beda oleh sebab itu pendidikan yang diberikan harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal. Untuk mendukung hal tersebut maka diperlukan Pendidik yang kreatif dalam mendidik anak usia dini. Pembelajaran dengan cerita tematik ini sebenarnya pembelajaran murni, yang harus diketahui dan dipahami oleh anak, tetapi dikemas sebagai cerita, agar pembelajaran lebih menyenangkan dan mengembirakan anak. Pembelajaran dengan cerita tematik juga terasakan oleh anak tidak sedang belajar, tetapi inti pembelajaran yang disampaikan oleh pendidik atau pengasuh akan tertanam dalam jiwa anak secara permanen.
Daftar Bacaan
Bagus Takwin, 2007. Psikologi Naratif, Membaca Manusia sebagai Kisah. Yogyakarta: Jalasutra
Kak Bimo, 2011. Piawai Mendongeng. Yogyakarta: Bim2Cha Press.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka
DR. Murti Bunanta 2004. Buku Mendongeng dan Minat Membaca, Jakarta, Pustaka Tangga
Muhaimin al-Qudsi dan Ulfah Nurhidayah, 2010. Mendidik Anak Lewat Dongeng. Yogyakarta: Madania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar