![]() ![]() |
D. Rifai Harahap
|
Karya sastra di Sumatera
Utara, belum menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Berbeda
|
dengan cerita bergambar
yang ditulis dan di gambar oleh Taguan Hardjo, Zam Nuldyn, Bahtar
|
Sy, Djas dan beberapa
nama lainnya .
|
Sastra dalam cerita bergambar, memang beda
dengan karya sastra dalam bentuk cerita
|
pendek, novel dan roman.
Penulis tidak menyamakan karya cerita gambar dengan karya cipta
|
sastra yang meliputi
puisi, cerpen, dan novel.
|
Dalam cerita gambar,
memang ada teks sebagai pengiring gambar. Ada balon percakapan dan
|
ada narasi singkat untuk
memperkuat gambar. Keberhasilan tokoh yang berjaya di tahun 50-an
|
dan 60-an itu, sepertinya
tak akan terulang lagi di era serba digital sekarang ini.
|
Cerita gambar karya-karya
pelukis cergam asal Sumatera Utara tidak saja merambah Sumatera
|
Utara. Karya-karya
bergambar pelukis yang nama-namanya kita sebutkan di atas tadi sempat
|
dijadikan acuan oleh
pelukis-pelukis cergam asal pulau Jawa, seperti Ganes TH, Yan Mintaraga
|
yang karya-karya mereka
telah banyak difilmkan, mengaku berguru dari karya-karya Taguan
|
Hardjo.
|
Nama besar Chairil Anwar,
Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisyahbana, Asrul Sani, Armin Pane
|
dan yang lainnya, semua
asal Sumatera Utara, nama besar mereka masih jadi sebutan sampai
|
sekarang ini.
|
Kebesaran Taguan Hardjo,
Zam Nuldyn memang tidak sebesar Chairil dan Amir Hamzah.
|
Karya-karya Taguan Hardjo
dan Zam Nuldyn tenggelam begitu saja di makan zaman. Generasi
|
sekarang tak lagi
mengenal nama-nama seniman yang penulis sebutkan. Kebesaran mereka
|
sebagai pelukis cerita
gambar, tergilas habis oleh karya-karya pelukis muda dari pulau Jawa
|
dan sekarang ini.
Cerita-cerita gambar impor, apalagi yang datangnya dari Jepang, menggilas
|
habis karya-karya pelukis
dalam negeri.
|
Karya sastra serius
sekarang ini, sepertinya tak jauh beda dengan nasib sastra begambar. Sulit
|
untu kembali menjadi tuan
di kampung halaman sendiri. Sastra picisan ditahun-tahun 50-an
|
cukup tersohor walau
sebutan ‘picisan’ adalah sebutan yang sebenarnya bernada sinis dengan
|
karya-karya yang ada di
masa itu. Sastra picisan memang tidak dapat kita samakan dengan
|
karya-karya pengarang
dari Sumatera Barat yang melahirkan roman seperti Siti Nurbaya, Salah
|
Asuhan dan Layar
Terkembang.
|
Sastra picisan buah karya
pengarang Sumatera Utara itu, sampai kini tetap menjadi
|
pembicaraan peneliti
sastra baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sumatera Utara
|
tidak cuma Batak, Karo,
Simalungun dan Melayu sebagai suku-suku yang ada di Sumatera
|
Utara. Delapan suku
bangsa yang ada di Sumatera Utara memiliki cabang-cabang seni dan
|
bahasanya yang khas.
|
Masuknya gerak tari
Melayu ke dalam tari Minang, karena adanya peluang dari bahasa Melayu
|
sebagai lingua franca di
Nusantara, sehingga unsur-unsur ke – Melayuan terbawa serta ,
|
1 / 3
|
![]() ![]() |
dikarenakan tari Melayu
Serampang 12 pernah dinobatkan sebagai “Tari Nasional” pada
|
decade tahun
1950-1960-an.
|
Tidak demikian dengan
karya sastra walau Chairil Anwar, Amir Hamzah, Armijn Pane, berhasil
|
memacakkan karya-karya
mereka, menjadi milik bangsa Indonesia. Karya-karya mereka tetap
|
disebut sebagai karya
sastra pengarang Indonesia.
|
Beda dengan Wilem
Iskander. Putra Mandailing yang berkesempatan mengenyam pendidikan
|
sampai kenegeri Belanda.
Karya-karya Wilem Iskander yang nama kecilnya adalah Sutan Sati
|
itu, tetap mengingatkan
saudara-saudaranya di tanah Mandailing agar tidak bodoh dan terus
|
belajar dan belajar.
|
Beda dengan Amir Hamzah
yang bangsawan Melayu Langkat. Di Langkat Amir Hamzah tidak
|
begitu popular sebagai
sastrawan pejuang. Malah nasibnya sungguh tragis. Bangsawan Melayu
|
yang dinobatkan sebagai
Raja Penyair itu, harus mati ditangan algojo, karena dianggap
|
sebagai raja yang
berpihak kepada penjajah Belanda.
|
Willem Iskander yang
disekolahkan ke negeri Belanda dan meninggal dunia dinegeri yang
|
menjajah tanah
kelahirannya, Mandailing, perjuangannya sebagai seniman pendidik. Jerih
|
payah Willem Iskander,
masih tetap dihargai oleh saudara-saudaranya di Tano Bato. Dia
|
dinobatkan sebagai pionir
pendidikan bumiputra.
|
Di tahun 50-an sampai
60-an, tersebut nama Iwan Simatupang sebagai pembaharu ‘prosa’
|
Indonesia di zamannya.
Novel yang dia ciptakan tidak banyak. Setelah Chairil Anwar dan Amir
|
Hamzah, karya-karya Iwan
Simatupang yang anak Sibolga, Sumatera Utara dari kawasan
|
Tapanuli Tengah itu,
banyak dibahas oelh penulis-penulis ternama di Jakarta. Termasuk Paus
|
sastra Indonesia HB
Yasin.
|
Novel yang beri judul
‘Merahnya Merah’ 1968, ‘Ziarah’ 1969, ‘Kering’ 1972, diterbitkan
|
PT..Gunung Agung. Iwan
Simatupang sudah dipanggil Khaliknya. Iwan meninggal 4 Agustus
|
1970. Iwan adalah penulis
generasi majalah Siasat, Siasat Baru, Zenith, Mimbar Indonesia dan
|
Sastra. Kesemua majalah
itu sudah tidak terbit lagi.
|
Ketiga novel Iwan itu
berhasil memancing kritikan dari HB. Yasin, Gayus Siagian, Alfons Triadi,
|
Wing Kardjo, Umar Yunus,
Henri Chamber –Loir dan Gunawan Mohammad. Kritikan buat Iwan
|
macam-macam. Ada yang
memuji, ada yang sinis dan ada yang menaruh harapan dengan
|
mengatakan, di manakah
tempat tiga novel Iwan Simatupang di dalam kesusastraan Indonesia
|
Mutahkir?
|
Kebesaran Iwan Simatupang
sebagai sastrawan yang berasal dari Sumatera Utara memang
|
menarik untuk dikaji
sampai kapanpun. Masih adakah di toko-toko buku, tiga novel Iwan
|
Simatupang yang
irrasionil itu?
|
Kini abad serba digital.
Penulis-penulis muda terus bermunculan dan tenggelam. Yang
|
tenggelam karena tak
mampu bersaing. A. Rahim Qahhar, Damiri Mahmud, Ali Sukardi,
|
Maulana Samsuri, Aldian
Arifin, masih terus bekarya walau usia mereka telah diatas enam
|
2 / 3
|
puluh lima tahun.
Cerpenis Lahmuddin Mane telah tiada.
Profesor sastra kita Ahmad Samin Siregar juga telah
menghadap Khaliknya. Generasi sastra
Sumatera Utara, dari angkatan Choking Susilo Sakeh,
Sugeng Satya Darma, Jaya Arjuna, mulai
berangkat tua. Kini muncul nama-nama sastrawan
muda seperti Hasan Albana, Raudah Jambak,
Idris Siregar,
Muram Batu, Rizlan Effendi dan banyak lagi
yang lainnya, adalah nama-nama yang tak asing
lagi di Sumatera Utara, bila kita membuka
lembaran ‘budaya’ surat kabar yang ada di Sumatera
Utara. Mampukah karya-karya mereka
berbicara di khazanah sastra Indonesia?
|
Balai Bahasa Sumatera Utara
terus melakukan berbagai upaya agar generasi muda tetap dan bangga menggunakan
bahasa Indonesia dalam kehidupannya sehari-hari, terutama di lingkungan yang
resmi seperti dikantor, sekolah dan kampus.
Staf Balai Bahasa Sumut, Agus Mulia di Medan, Senin (29/6) mengatakan dewasa ini tantangan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar terutama dikalangan generasi muda cukup besar, karena pengaruh bahasa asing yang cukup kuat, baik melalui media televisi maupun internet.
Atas dasar itu tentunya harus ada satu metode baimana agar penggunaan Bahasa Indonesai tidak tersingkirkan dalam kehidupan sehari-hari, yang tentunya diperlukan dukungan semua pihak untuk mensukseskannya.
Atas dasar itu pula, sejak tahun 2006, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Balai Bahasa Sumatera Utara telah melaksanakan pemilihan Duta Bahasa untuk tingkat Sumut yang merupakan bagian dari upaya melibatkan pemuda Indonesia dalam menjaga tonggak-tonggak kebangsaan.
"Para Duta Bahasa yang terpilih nantinya akan menjadi mitra kerja Balai Bahasa Sumut dalam memasyarakatkan penggunaaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menjadi wakil Sumut ke tingkat regional dan nasional," katanya.
Ia mengatakan tujuan digelarnya duta bahasa tersebut yang paling utama adalah membangkitkan minat generasi muda untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mencari tunas muda yang mampu berbahasa Indonesa, daerah dan berbahasa asing dengan cukup baik.
Selain itu menjadikan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa dan duta yang terpilih nantinya diharapkan dapat mempengaruhi lingkungannnya untuk dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik.
Sedangkan visinya adalah terwujudnya generasi muda unggul, inovatif, sadar, dan bangga Berbahasa Indonesia serta cinta terhadap sastra Indonesia.
Serta sebagai perekat untuk membangun kehidupan berbangsa yang dilandasi semangat solidaritas dan kesetaraan dalam memelihara keutuhan nkri dan martabat di mata dunia.
"Misinya adalah berperan aktif dalam memasyarakatkan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik, tepat dan bernalar serta komunkatif dalam berbahasa, serta membangun kesadaran dan kebanggaan generasi muda untuk berbahasa Indonesia dengan baik benar dan tertib," katanya.
Staf Balai Bahasa Sumut, Agus Mulia di Medan, Senin (29/6) mengatakan dewasa ini tantangan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar terutama dikalangan generasi muda cukup besar, karena pengaruh bahasa asing yang cukup kuat, baik melalui media televisi maupun internet.
Atas dasar itu tentunya harus ada satu metode baimana agar penggunaan Bahasa Indonesai tidak tersingkirkan dalam kehidupan sehari-hari, yang tentunya diperlukan dukungan semua pihak untuk mensukseskannya.
Atas dasar itu pula, sejak tahun 2006, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Balai Bahasa Sumatera Utara telah melaksanakan pemilihan Duta Bahasa untuk tingkat Sumut yang merupakan bagian dari upaya melibatkan pemuda Indonesia dalam menjaga tonggak-tonggak kebangsaan.
"Para Duta Bahasa yang terpilih nantinya akan menjadi mitra kerja Balai Bahasa Sumut dalam memasyarakatkan penggunaaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menjadi wakil Sumut ke tingkat regional dan nasional," katanya.
Ia mengatakan tujuan digelarnya duta bahasa tersebut yang paling utama adalah membangkitkan minat generasi muda untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mencari tunas muda yang mampu berbahasa Indonesa, daerah dan berbahasa asing dengan cukup baik.
Selain itu menjadikan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa dan duta yang terpilih nantinya diharapkan dapat mempengaruhi lingkungannnya untuk dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik.
Sedangkan visinya adalah terwujudnya generasi muda unggul, inovatif, sadar, dan bangga Berbahasa Indonesia serta cinta terhadap sastra Indonesia.
Serta sebagai perekat untuk membangun kehidupan berbangsa yang dilandasi semangat solidaritas dan kesetaraan dalam memelihara keutuhan nkri dan martabat di mata dunia.
"Misinya adalah berperan aktif dalam memasyarakatkan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik, tepat dan bernalar serta komunkatif dalam berbahasa, serta membangun kesadaran dan kebanggaan generasi muda untuk berbahasa Indonesia dengan baik benar dan tertib," katanya.
![]() ![]() |
puluh lima tahun.
|
Cerpenis Lahmuddin Mane
telah tiada. Profesor sastra kita Ahmad Samin Siregar juga telah
|
menghadap Khaliknya.
Generasi sastra Sumatera Utara, dari angkatan Choking Susilo Sakeh,
|
Sugeng Satya Darma, Jaya
Arjuna, mulai berangkat tua. Kini muncul nama-nama sastrawan
|
muda seperti Hasan
Albana, Raudah Jambak, Idris Siregar,
|
Muram Batu, Rizlan
Effendi dan banyak lagi yang lainnya, adalah nama-nama yang tak asing
|
lagi di Sumatera Utara,
bila kita membuka lembaran ‘budaya’ surat kabar yang ada di Sumatera
|
Utara. Mampukah
karya-karya mereka berbicara di khazanah sastra Indonesia?
|
2010.JUNI 23.
|
3 / 3
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar