PORNO GRAFI DAN PORNO AKSI
DI
KALANGAN PELAJAR
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
MELLY RESTI
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan kehadirat TYME larna berkat rahmat dan ridhonya karya tulis ini
dapat terselesaikan.
Saya sebagai penulis mengucapkan
terima kasih sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan
memberikan support untuk saya menyelesaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis
in dapat membantu menambah wawasan para pembaca
Dan terakhir saya mengucapkan mohon
maaf atas kesalahan yang terdapat dalam penulisan karya tilis ini. Saya juga
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.
Atas nama penulis saya ucapkan
Terima Kasih
Medan, Desember 2010
Ttd.
Melly
Resti
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………….
DAFTAR ISI………………………………………
PENDAHULUAN…………………………………
PEMBAHASAN…………………………………..
A.
Pengertian porno grafi dan porno aksi
B.
Jenis – jenis porno grafi dan porno
aksi
C.
Pengaruh porno aksi dan porno grafi
D.
Undang undang porno grafi dan porno
aksi
E.
Porno grafi dan porno aksi di
kalangan pelajar
F.
Dampak porno grafi dan porno aksi
dikalangan pelajar
G.
Sumber porno grafi dan porno aksi
dikalangan pelajar
H.
Kasus porno grafi dan porno aksi
dikalangan pelajar
I.
Upaya pencegahan porno grafi dan porno
aksi dikalangan pelajar
Penutup………………………………………….
ii
PENDAHULUAN
Porno
grafi dewasa ini berkembang cukup pesat terutama dikalangan pelajar. Mulai dari
Sekolah Dasar terlebih lagi dijenjang Menengah Atas.
Para
pelajar dapat dengan mudah mengakses video porno ataupun gambar – gambar porno melalui
majalah atau DVD. Terlebih di era – Globalisasi saat ini, mereka dapat dengan
mudah mengakses video porno melalui telepon selular atau melalui situs jejaring
social INTERNET.
Bahkan belakangan muncul kasus –
kasus pelanggaran asusila yang dilakukan oleh sesam pelajar. Untuk itu kita
perlu mengetahui apa sebenarnya porno grafi dan porno aksi tersebut dan
upaya untuk mencegah porno grafi
dan porno aksi tersebut.
1
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
PORNO GRAFI DAN PORNO AKSI
Apakah
arti sebenarnya dari istilah “pornografi” itu? Memang, para pemikir atau para
ahli belum menemukan kata sepakat dan tepat tentang arti kata “pornografi”.
Akan tetapi itu tidak berarti bahwa istilah ini tidak dapat diartikan.
Setidaknya pengertian yang ada sekarang dan yang akan kita bicarakan dapat
membuka pikiran kita semua untuk memahami arti ‘pornografi’.
Pornografi adalah penyajian seks secara terisolir dalam tulisan, gambar, foto, film, pertunjukan atau pementasan dengan tujuan komersial. Tujuan komersial artinya mereka yang ingin menonton pertunjukan seksual ini harus mengeluarkan sejumlah uang, paling tidak untuk mengakses internetnya.
Ciri Pornografi
Setelah kita melihat apa arti dari ‘pornografi’ maka untuk dapat mengerti secara lebih baik, kita perlu mengetahui ciri-cirinya.
Ciri yang pertama adalah ‘pornografi’ itu adalah perbuatan seks yang dilakukan demi seks itu sendiri. Artinya, pementasan atau pertunjukan hal-hal seksual itu terlepas dari nilai-nilai personal manusiawi seperti cintakasih dan kemesraan. Tandanya yakni pemusatan perhatian hanya pada tubuh melulu, terutama pada penggunaan alat kelamin terlepas dari arti personal dan sosial seksualitas. Biasanya manusia hanya dipakai sebagai
Pornografi adalah penyajian seks secara terisolir dalam tulisan, gambar, foto, film, pertunjukan atau pementasan dengan tujuan komersial. Tujuan komersial artinya mereka yang ingin menonton pertunjukan seksual ini harus mengeluarkan sejumlah uang, paling tidak untuk mengakses internetnya.
Ciri Pornografi
Setelah kita melihat apa arti dari ‘pornografi’ maka untuk dapat mengerti secara lebih baik, kita perlu mengetahui ciri-cirinya.
Ciri yang pertama adalah ‘pornografi’ itu adalah perbuatan seks yang dilakukan demi seks itu sendiri. Artinya, pementasan atau pertunjukan hal-hal seksual itu terlepas dari nilai-nilai personal manusiawi seperti cintakasih dan kemesraan. Tandanya yakni pemusatan perhatian hanya pada tubuh melulu, terutama pada penggunaan alat kelamin terlepas dari arti personal dan sosial seksualitas. Biasanya manusia hanya dipakai sebagai
sarana dan obyek pemuas penonton
atau dijadikan alat hiburan. Terutama dalam hal ini kaum hawa yang selalu
dilukiskan sebagai kenikmatan yang tersedia.
Ciri yang kedua adalah adanya rangsangan nafsu birahi dari penonton. Hal ini dilakukan secara ofensif dan agresif. Secara ofensif dan agresif artinya bahwa birahi si penonton itu diserang sedemikian rupa oleh rangsangan-rangsangan dari perbuatan-perbuatan porno yang dilakukan dengan sengaja.
Ciri yang ketiga adalah adanya peningkatan daya rangsangan secara otomatis secara tidak terbatas. Dikatakan tidak terbatas, karena para pelaku pornografi ini dapat menggunakan segala cara bahkan sampai menjurus ke hal-hal yang bersifat brutal yang dapat disebut sebagai teror kejiwaan. Tentunya peningkatan ini didorong oleh komersialisme atau dengan tujuan supaya pertunjukan porno itu menjadi lebih laku atau laris.
Ciri yang keempat adalah usaha untuk membawa penonton memasuki dunia khayal. Artinya, para pembuat pornografi tidak hanya bermaksud merangsang penonton, melainkan juga membawa penonton pada dunia kayalan tentang kenikmatan yang tidak terbatas. Jadi dengan segala macam teknik merangsang, para penonton dimanipulasi.
Ciri yang kedua adalah adanya rangsangan nafsu birahi dari penonton. Hal ini dilakukan secara ofensif dan agresif. Secara ofensif dan agresif artinya bahwa birahi si penonton itu diserang sedemikian rupa oleh rangsangan-rangsangan dari perbuatan-perbuatan porno yang dilakukan dengan sengaja.
Ciri yang ketiga adalah adanya peningkatan daya rangsangan secara otomatis secara tidak terbatas. Dikatakan tidak terbatas, karena para pelaku pornografi ini dapat menggunakan segala cara bahkan sampai menjurus ke hal-hal yang bersifat brutal yang dapat disebut sebagai teror kejiwaan. Tentunya peningkatan ini didorong oleh komersialisme atau dengan tujuan supaya pertunjukan porno itu menjadi lebih laku atau laris.
Ciri yang keempat adalah usaha untuk membawa penonton memasuki dunia khayal. Artinya, para pembuat pornografi tidak hanya bermaksud merangsang penonton, melainkan juga membawa penonton pada dunia kayalan tentang kenikmatan yang tidak terbatas. Jadi dengan segala macam teknik merangsang, para penonton dimanipulasi.
B. JENIS JENIS PORNO GRAFI DAN PORNO AKSI
· tulisan, gambar/rekaman tentang seksualitas
yang tidak bermoral,
· bahan/materi yang menonjolkan seksualitas
secara eksplisit terang-terangan dengan maksud utama membangkitkan gairah
seksual,
· tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk
membangkitkan nafsu birahi orang yang melihat atau membaca,
· tulisan atau penggambaran mengenai pelacuran,
dan
· penggambaran hal-hal cabul melalui tulisan,
gambar atau tontonan yang bertujuan mengeksploitasi seksualitas.
C.PENGARUH
PORNO GRAFI DAN PORNO AKSI
Banyaknya tayangan seksual dalam
video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja melakukan aktivitas seks
secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi kasus pemerkosaan
terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang dilakukan oleh
siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di dalam kelas, yang
turut melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain. Menurut Jane Brown,
ilmuwan dari Universitas North Carolina,
”semakin banyak remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka akan semakin
berani mencoba seks diusia muda”(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II Mei
2006).
Mary Anne Layden, direktur
Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas Pennsylvania, Amerika
Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama pada kesehatan mental
masyarakat dunia saat ini.”Ia tak cuma memicu ketagihan yang serius, tapi juga
pergeseran pada emosi dan perilaku sosial”. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa
”pengaruh kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan. Ini berbeda dengan pornografi.
Sekali terekam dalam otak, image porno itu akan mendekam dalam otak
selamanya”(Koran Republika, sabtu 11 februari 2006).
D. UNDANG UNDANG PORNO AKSI DAN PORNO GRAFI
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat
oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau
bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau
melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.
2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan
pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui
pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon,
internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan
lainnya.
3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau
korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun.
5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin
oleh Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.
Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap
moral dan akhlak masyarakat;
c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi
warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.
BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN
LARANGAN DAN PEMBATASAN
Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang
menyimpang;
f.kekerasan seksual;
g.masturbasi atau onani;
h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan; atau
i.alat kelamin.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa
pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau
tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas
seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.
Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.
Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.
Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.
Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.
(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan
dengan cara khusus.
Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.
Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PERLINDUNGAN ANAK
PERLINDUNGAN ANAK
Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.
Pasal 17
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.
2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan,
serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENCEGAHAN
PENCEGAHAN
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Peran Pemerintah
Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;
b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan
c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan
berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan
pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan
penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran
pornografi melalui internet di wilayahnya;
b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;
c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan
berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi di wilayahnya; dan
d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan
edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Peran Serta Masyarakat
Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Pasal 22
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:
a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;
b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;
c.melakukan sosialisasi peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan
d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap
bahaya dan dampak pornografi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam
bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk
penyimpanan data lainnya; dan
b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan
saluran komunikasi lainnya.
Pasal 26
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data,
penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan
dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.
(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia
jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau
berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.
Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.
Pasal 28
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.
(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan
perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.
(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan
sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data
elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.
BAB VI
PEMUSNAHAN
PEMUSNAHAN
Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.
(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara
yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.
Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh
korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang?orang, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam
lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama?sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap
suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi
agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula
memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap
korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3
(tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
PENJELASAN:
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.
Yang dimaksud dengan “mengesankan ketelanjangan” adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.
Yang dimaksud dengan “mengunduh” adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.
Yang dimaksud dengan “yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan” misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.
Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini
hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan
lembaga dimaksud.
Pasal 10
Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.
Yang dimaksud dengan “mempertontonkan diri” adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan “pornografi lainnya” antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pembuatan” termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.
Yang dimaksud dengan “penyebarluasan” termasuk
menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.
Yang dimaksud dengan “penggunaan” termasuk
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.
Frasa “selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1)” dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini,
baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.
Yang dimaksud dengan “di tempat dan dengan cara khusus” misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.
Yang dimaksud dengan “materi seksualitas” adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.
Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pemblokiran pornografi melalui internet” adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi
E.PORNO
GRAFI DAN PORNO GRAFI DIKALANGAN PELAJAR
Kosakata
“pornografi” bukanlah kosakata baru. Semua orang sudah mengetahuinya. Anak-anak
pra-remaja dan remaja pun sudah mengerti dengan maksud kata pornografi itu.
Sekarang kosa kata pornografi sudah melebar dan kita juga mendengar kosa kata
“pornoaksi”.
Sampai detik ini orang tua di
rumah dan guru di sekolah tetap menganggap tabu dengan perkataan dan perbuatan
porno. Mereka tetap melarang keberadaan unsur- unsur pornografi dan pornoaksi
mendekati anak- anak dan pelajar. Orangtua akan merasa tercoreng mukanya kalau
salah satu anggota keluarga terlibat dalam budaya atau dampak pornoaksi,
seperti ada anak gadisnya yang menerima tamu laki- laki sambil memakai rok mini
pada malam minggu. Atau anak laki- laki nya jalan berpegang tangan dengan gadis
lain, dan sampai kepada pelanggaran norma yang lebih berat lainnya.
Dalam pendidikan di rumah
tangga, orangtua selalu menekankan pemberian pesan moral dan hukuman pada
anggota keluarga agar tidak melakukan unsur- unsur porno- pornoaksi dan
pornografi, seperti membuka aurat, menyimpan benda- benda porno- buku porno,
majalah porno, VCD porno, dan lain- lain. Rasa ingin tahu, ajakan teman dan
pengaruh budaya luarlah yang membuat benda- benda porno menyusup masuk ke dalam
rumah secara sembunyi- sembunyi. Benda- benda tersebut adalah seperti majalah,
kaset dan dokumen porno yang disimpan serta dirahasiakan oleh anak- anak
remaja.
Sangat disayangkan apabila ada
orangtua dan orang dewasa dari pihak keluarga yang pura- pura tidak peduli
untuk mencegah hadirnya benda- benda porno dalam rumah. Atas nama demokrasi dan
keindahan seni kemudian sudi untuk menyimpan dan memamerkan benda- benda porno
dalam keluarga.
Sekolah sejak dari dulu tetap commit
untuk mengharamkan benda- benda dan unsur- unsur porno hadir dalam lingkungan
sekolah. Dahulu, sebelum teknologi dan informasi tidak begitu berkembang,
guru-guru sudah melakukan tindakan anti atau kontra terhadap benda- benda dan
unsur- unsur pornografi. Secara berkala mereka melakukan razia anti pornografi.
Kejahatan siswa dalam hal pornografi pada mulanya adalah seperti menyimpan
stensilan- atau tulisan cerita cabul yang diketik dan diperbanyak pada kertas
stensil, komik dan novel porno sampai kepada foto- foto porno yang mereka
peroleh lewat pedagang koran asongan di terminal bus atau lewat teman dan juga
kaset video BF.
Selain itu, siswa remaja yang
karena ingin tahu, menyimpan produk pornografi dan alat- alat kontrasepsi KB
(Keluarga Berencana) seperti kondom, spiral, dan lain- lain, apabila tertangkap
tangan oleh guru- guru menyimpannya tentu akan diproses karena melanggar hukum
sekolah. Proses hukumnya bisa melibatkan orangtua dan kalau perlu pihak sekolah
memindahkan atau memulangkan siswa yang bersangkutan ke orangtuanya.
Kemudian apalagi ? Begitu
kemajuan teknologi informasi semakin pesat maka bentuk atau eksistensi
unsur-unsur porno menjadi semakin apik pula dan makin sulit dilacak. Film
porno, foto porno, kaset video porno memang jarang lagi dikantongi remaja
secara ilegal, karena produk ini sudah kadaluarsa. Maka sekarang produk
kepingan VCD porno, dengan kulit berlabel film kartun agar bisa mengelabui
pihak yang mencurigai, pada halnya isinya berisi adegan terlarang, secara
terang- terangan mudah beredar dan dijual lewat pedagang kaki lima dan siswa
yang dilanda gejolak birahi mudah mencarinya.
Hal lain, yang berhubungan
dengan pornografi adalah bahwa sekarang orang tua perlu untuk melakukan cek dan
ricek kalau ingin menitipkan anak pada sekolah yang berasrama, kecuali kalau
kondisi kehidupan anak- anak di asrama cukup kondusif seperti tinggal di rumah
sendiri. Dari pengalaman diketahui bahwa kehidupan siswa yang kurang diawasi
dan miskin aktivitas di asrama, maka penghuninya sering dilanda oleh gejolak
dorongan libido. Pengalaman seksual yang kurang sehat mudah diperoleh oleh
anak- anak yang tinggal di sana.
Siswa yang tinggal di asrama
yang kurang terkontrol, dalam usia pubertas yang diiringi oleh dorongan libido
yang tinggi, namun mereka kurang terlibat dalam aktivitas olah raga, seni dan
kesibukan positif lain, maka siswa penghuni asrama mencari penyaluran libido
secara intens. Maka kalau kondisi rumah lebih baik dan orang tua bisa
mengembangkan potensial anak, maka mengapa harus mengirim anak ke sekolah
dengan asrama yang tidak terjamin kualitas pendidikannya.
Sekarang semua orang tahu bahwa
teknologi telekomunikasi semakin canggih, maka produk yang bernama hand-phone
menjadi benda yang paling digemari oleh remaja. Kini banyak anak- anak atau
remaja yang pintar merayu dan bermohon pada orangtua agar mereka dibelikan
handphone. Pada mulanya handphone dirancang dengan fungsi untuk berkomunikasi.
Namun kolaborasi ahli bisnis dan ahli teknologi menciptakan produk handphone
menjadi semakin menarik, dilengkapi dengan aksesoris; kamera, lagu, game, dan
fitur yang lain. Maka kemudian fungsi memiliki handphone berubah, tidak lagi
sebagai sarana berkomunikasi, namun berubah menjadi sarana untuk membentuk life
style atau gaya
hidup.
Sekarang handphone yang pas
menurut selera siswa adalah kalau ada kamera, lagu, game dan aksesoris lain.
Handphone yang seperti ini sangat layak dibawa dan dipamerkan di sekolah, namun
kalau desain handphone terlalu sederhana maka mereka jadi malu dan ingin untuk
menyimpannya dalam tong sampah.
Diam-diam guru di sekolah
melihat gerak gerik dan prilaku yang mencurigakan atas perilaku siswa yang
memiliki handphone berkamera ini. Mereka melakukan razia maka ditemukan
sederetan film-film porno dan gambar porno yang mereka saling kirim lewat
bluetooth atau inframerah. Maka guru-guru dengan hati nuraninya sebagai
pendidik menjadi amat sedih dan terluka. Ternyata orangtua bisa dikibuli oleh
anak mereka sendiri. Segudang janji yang diikrarkan anak sebelum dibelikan
handphone tidak terbukti.
Berbarengan dengan datangnya
teknologi handphone maka datang pula teknologi internet. Sarana internet
dirasakan amat penting untuk mengakses informasi dan sarana untuk
berkomunikasi.
Perpustakaan merupakan tempat
untuk mencari ilmu pengetahuan dan informasi. Tetapi sarana internet terasa
jauh lebih menarik dari pada perpustakaan. Dan sekarang fenomena yang terjadi
adalah kehadiran internet telah membuat perpustakaan menjadi sepi dan hanya
layak sebagai gudang untuk menyimpan buku- buku. Akibatnya kini banyak
perpustakaan yang menjadi sepi oleh pengunjung dan buku- bukunya sendiri mulai
menguning dan dipenuhi debu.
Mengapa remaja pergi ke internet?
Banyak remaja atau pelajar menjawab bahwa mereka pergi ke internet atau ke
warnet (warung internet) untuk mencari ilmu dan informasi. Jawaban mereka 100 %
sangat benar, namun kenapa warnet sengaja dirancang dengan bilik- bilik kecil
dengan dinding agak tinggi, dari balik dinding bilik kecil tadi terdengar suara
penuh curiga dan mata waspada.
Maka begitu mereka selesai
mengakses internet lewat mesin yahoo, google dan mesin lain maka akan tersisa
kosa kata mesum bahwa remaja- mulai yang bau kencur sampai kepada remaja usia
hampir dewasa- baru saja mengkonsumsi gambar, film dan artikel jorok atau
porno.
Dahulu ketika zamannya bioskop
lagi menjamur, maka unsur-unsur seks lah yang membuat bioskop tersebut jadi
ramai oleh pengunjung. Dan sekarang hal itu juga terjadi pada internet. Karena
ada unsur- unsur seks, maka internet juga menjadi makin laku.
Namun sekarang bagamana lagi ?
Di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru pasti mengharamkan unsur- unsur
seks atau pornografi menyentuh siswa. Namun di luar rumah dan luar sekolah,
yaitu di warnet- wanet unsur- unsur seks dan pornografi begitu mudah diakses
dan di download. Kini siapa yang patut mengawasi anak- anak dan remaja
tidak ketagihan oleh unsur- unsur pornografi bila mereka berada di luar rumah
dan sekolah?
Bila kejahatan
seksual meningkat di tengah masyarakat, maka dapat diprediksi bahwa keberadaan
warnet ikut berpartisipasi untuk menyuburkan budaya pornoaksi dan pornografi.
Rangsangan- rangsangan pornografi lewat internet telah berpotensi untuk meningkatkan
gelora libido mereka yang tidak terkontrol, pada akhirnya bermuara pada
kejahatan seksual; incest, kehamilan di luar nikah, pengguguran kandungan,
pelecehan seksual dan lain- lain. Orang tua dan guru tentu selalu menyerukan
dan berpesan agar anak- anak mereka selalu ingat dengan ungkapan; say no to
situs porno. Namun untuk pengawasan yang lebih kompeten di luar rumah dan
sekolah tentu adalah tanggung jawab pemerintah dan pengelola internet itu
sendiri.
Kalau kita mau jujur, pornografi
telah merambah ke semua lini kehidupan, bukan semata menjadi ciri kehidupan
metropolitan, tetapi sudah memasuki pedesaan. Gambar-gambar porno sangat mudah
diakses oleh siapa pun. Adegan-adegan pornoaksi dan pelecehan seksual sudah
menjadi menu harian kita sehingga kita tinggal menunggu bom kehancuran moral
bangsa meledak. UU Pornografi ternyata tidak mampu meminimalisir pornografi,
karena semangatnya bukan membasmi melainkan mengatur. Sementara pengawasannya
sangat lemah. Lihatlah data-data berikut ini:
30 % (60.400.400) dari 219.898.300 penduduk Indonesia adalah anak (BAPPENAS, BPS, dan UNFPA, Jakarta, 2005). Lebih dari 80% anak usia 9–12 th telah mengakses materi pornografi (respondens 1705, di Jabodetabek, Yayasan Kita dan Buah Hati 2005). 39,65 % dari 2.880 remaja usia 15-24 th di Propinsi Jawa Barat mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah. 60 % remaja usia 15-19 tahun pernah melihat film porno (survey BKKBN, 2002). Bahkan yang lebih mengerikan adalah hasil survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 prop menyimpulkan 62,7% pelajar SMP-SMA di Indonesia sudah tidak perawan lagi.
Hasil survei tentang dampak pornografi dan pornoaksi tahun 2000 yang dilakukan di tiga propinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, dengan 4000 responden siswa pelajar. Sekitar 2000 responden diambil dari desa, selebihnya tinggal di kota-kota. Hasil yang diperoleh diantaranya adalah: 46% siswa SD, SMP, dan SMU “putus sekolah”. 36% dari siswa yang putus sekolah tersebut menikah sebelum umur 15 tahun. 50% pasangan sangat muda tersebut telah melakukan hubungan sex sebelum nikah. 70% mengatakan hubungan sex (antarremaja dilakukan di dalam rumah), karena orang tua sibuk dan jarang di rumah. Sebagian besar remaja mendapatkan informasi sex dari teman-teman dan sumber lainnya. Sedangkan teman-teman mereka tahu tentang sex dari bacaan (media cetak), televisi, VCD, internet, dan film. Akibat selanjutnya adalah tercatat 3,3 juta kasus aborsi pertahun di Indonesia (Menteri ’Perawan’ Khofifah Indar Parawansa)
Data Kompas (7/10/2003): Kasus pemerkosaan yang dilaporkan kepada Polres Jakarta Timur meningkat 300% dalam kurun 2002-2003. Sementara itu dalam kurun yang sama, kasus pencabulan terhadap anak meningkat 200%. Data dari LPA Tangerang: Kasus tindak kejahatan seksual menduduki tempat kedua terbanyak yang dilakukan anak & remaja setelah narkoba. Menurut pengakuan mereka, kejahatan tersebut umumnya dilakukan setelah terangsang akibat menonton VCD porno. Data dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (sebagaimana dikutip Kabareskrim Polri Makbul Padmanegara): 75% pelaku perkosaan mengakui perbuatannya dilakukan setelah menonton film porno.
Perzinaan jelas meningkatnya penyakit menular seksual, terutama HIV/AIDS. Data menyebutkan bahwa: tidak ada satu pun propinsi di Indonesia yg bebas HIV/AIDS. Terdapat 10.156 kasus (per 31 Maret 2006) HIV/AIDS di Indonesia. Lebih dari separuh penderita berusia 20-29 th.
30 % (60.400.400) dari 219.898.300 penduduk Indonesia adalah anak (BAPPENAS, BPS, dan UNFPA, Jakarta, 2005). Lebih dari 80% anak usia 9–12 th telah mengakses materi pornografi (respondens 1705, di Jabodetabek, Yayasan Kita dan Buah Hati 2005). 39,65 % dari 2.880 remaja usia 15-24 th di Propinsi Jawa Barat mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah. 60 % remaja usia 15-19 tahun pernah melihat film porno (survey BKKBN, 2002). Bahkan yang lebih mengerikan adalah hasil survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 prop menyimpulkan 62,7% pelajar SMP-SMA di Indonesia sudah tidak perawan lagi.
Hasil survei tentang dampak pornografi dan pornoaksi tahun 2000 yang dilakukan di tiga propinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, dengan 4000 responden siswa pelajar. Sekitar 2000 responden diambil dari desa, selebihnya tinggal di kota-kota. Hasil yang diperoleh diantaranya adalah: 46% siswa SD, SMP, dan SMU “putus sekolah”. 36% dari siswa yang putus sekolah tersebut menikah sebelum umur 15 tahun. 50% pasangan sangat muda tersebut telah melakukan hubungan sex sebelum nikah. 70% mengatakan hubungan sex (antarremaja dilakukan di dalam rumah), karena orang tua sibuk dan jarang di rumah. Sebagian besar remaja mendapatkan informasi sex dari teman-teman dan sumber lainnya. Sedangkan teman-teman mereka tahu tentang sex dari bacaan (media cetak), televisi, VCD, internet, dan film. Akibat selanjutnya adalah tercatat 3,3 juta kasus aborsi pertahun di Indonesia (Menteri ’Perawan’ Khofifah Indar Parawansa)
Data Kompas (7/10/2003): Kasus pemerkosaan yang dilaporkan kepada Polres Jakarta Timur meningkat 300% dalam kurun 2002-2003. Sementara itu dalam kurun yang sama, kasus pencabulan terhadap anak meningkat 200%. Data dari LPA Tangerang: Kasus tindak kejahatan seksual menduduki tempat kedua terbanyak yang dilakukan anak & remaja setelah narkoba. Menurut pengakuan mereka, kejahatan tersebut umumnya dilakukan setelah terangsang akibat menonton VCD porno. Data dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (sebagaimana dikutip Kabareskrim Polri Makbul Padmanegara): 75% pelaku perkosaan mengakui perbuatannya dilakukan setelah menonton film porno.
Perzinaan jelas meningkatnya penyakit menular seksual, terutama HIV/AIDS. Data menyebutkan bahwa: tidak ada satu pun propinsi di Indonesia yg bebas HIV/AIDS. Terdapat 10.156 kasus (per 31 Maret 2006) HIV/AIDS di Indonesia. Lebih dari separuh penderita berusia 20-29 th.
F.DAMPAK PORNO GRAFI
DAN PORNO AKSI DIKALANGAN PELAJAR
Belum lama ini Mahkamah
Konstitusi (MK) menerima pengajuan judicial review dari orang (kelompok)
yang hendak menolak UU Pornografi. Mereka berdalih UU itu tidak sesuai dengan
hak asasi manusia, pluralisme, kebhinekaan, adat dan budaya dll. Padahal UU itu
sendiri sebenarnya tidak akan mampu memperbaiki dekadensi moral yang kian rusak
di negeri ini. Tengoklah angka kasus aborsi yang terus membengkak. Perzinahan,
seks bebas, perceraian dan lain-lain. Sebuah potret bangsa yang terus
menyesakkan dada kita.
Beberapa waktu sebelumnya kita
telah menyaksikan berbagai aksi yang dilakukan oleh masyarakat untuk mendesak
disahkannya RUU-APP. Sebuah sikap yang dapat dimengerti atas keprihatinan dan
keresahan mereka terhadap kebobrokan moral yang selama ini kian menggerogoti.
Akan tetapi sayangnya desakan itu tidak lantas langsung berbuahkan hasil. Ada pula segelintir
kelompok orang yang justru getol menolak RUU-APP tersebut. Hingga kemudian
RUU-Anti Pornografi dan Pornoaksi tersebut akhirnya berubah –dengan berbagai
modifikasi– menjadi UU Pornografi yang disinyalir tidak akan mampu membendung
kemerosotan taraf berfikir masyarakat. Tidak hanya sampai di situ, UU
Pornografi yang lemah itu pun pada akhirnya ‘digoyang’ kembali oleh mereka yang
membenci intervensi agama dalam urusan negara dengan mengajukan judicial
review ke MK. Dengan demikian, terlepas berhasil tidaknya, bisa dipastikan
bahwa masyarakat Indonesia akan semakin liberal bila menanggalkan syariat
Islam. Dan kemaksiatan pun akan semakin meraja lela. Padahal, segala
kemaksiatan melahirkan fasad (kerusakan) yang pastinya berujung laknat. TERHITUNG
Januari 2004 hingga Juli 2010, sebanyak 58 warga Aceh yang terinfeksi HIV
(human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired immune deficiency syndrome).
Jumlah tersebut hanya yang tampak dan terdata oleh pihak Dinas Kesehatan Aceh
dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Aceh. Namun, dibalik angka tersebut bisa
mencapai angka korban ratusan bahkan ribuan. "Virus mematikan tersebut
ibarat fenomena gunung es. Dibalik puluhan itu, ada ratusan bahkan mencapai
ribuan orang. Ini akan menjadi bom waktu, bila kita tidak peduli dalam hal
ini," kata Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi
Aceh, Safwan, kepada Kontras.
Dikatakan, masih banyak masyarakat beranggapan bahwa AIDS bagian dari perilaku buruk dan penyakit kutukan. Sehingga di kalangan masyarakat terbentuk stigma bahwa mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS itu pantas dijauhi dan dikesampingkan dalam berbagai hal. Menurut Safwan, pandangan itu salah, bahkan sangat-sangat keliru. "Mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS bukan saja remaja, pemuda dan orang tua. Tapi, juga ada bocah yang masih berumur 1,8 tahun di salah satu kabupaten di Aceh. Apa bocah itu melakukan perilaku menyimpang? Malah bocah itu terkena dari meminum air susu ibunya yang pada awalnya ditularkan oleh suaminya yang pulang dari luar negeri," ungkap Safwan. Sehingga stigma, diskriminasi, dan pandangan lain yang menyudutkan mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS telah bisa dihilangkan. Dikatakan, AIDS diibaratkan seperti penyakit biasa, hanya saja virus yang berada dalam tubuh mereka yang terinfeksi itu secara perlahan-lahan sel darah putih bisa termakan oleh virus HIV itu, sehingga menurunkan kekebalan tubuh seseorang.
"Dari virus HIV yang ada di dalam tubuh seseorang itulah bisa terinfeksi AIDS. Jadi HIV dan AIDS dua hal yang berbeda. Jika seseorang itu terinfeksi AIDS, otomatis di dalam tubuhnya sudah ada virus HIV. Tapi, yang terinfeksi HIV, belum tentu dia terkena AIDS," sebut Safwan. Bagi mereka yang positif telah terinfeksi HIV dan AIDS sebut Safwan, disarankan selalu mengonsumsi Antiretroviral (ARV). Obat tersebut, memang tidak mampu menyembuhkan mereka yang telah terinfeksi HIV dan AIDS, tapi ARV itu akan mempertahankan virus itu menggeroti organ vital dalam tubuh. "Oleh karena itu mereka yang terinfeksi selalu disarankan dengan polah hidup, makan makanan gergizi, dan tidak stres. Jadi, bila masih ada diskriminasi dan stigma di masyarakat akan membuat gairah hidup mereka menurun. Sehingga akan menurunkan stamina mereka untuk berupaya melawan virus yang sedang menggeroti kehidupan mereka," papar Safwan. Bukan dalam artian, mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS itu mendapat porsi yang istimewa. Melainkan mereka cukup diperlakukan seperti manusia normal lainnya.
Demikian pula penularan virus HIV dan AIDS itu lanjut Safwan tidak mudah. Penularan itu hanya dapat terjadi bila ada proses kontak seks (sperma atau cairan vagina). Selain itu melalui transfusi darah, penggunaan alat/jarum suntik secara bergantian dan melalui air susu ibu. "Kalau sekedar gigitan nyamuk atau penukaran piring makanan dan berjabat tangan dengan mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS, tidak akan menularkan virus itu," papar Safwan.
Pornografi
Berubahnya tren penyebab HIV dan AIDS akibat seks bebas, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pornografi dan pornoaksi. Indonesia dikenal salah satu negara dengan tingkat lalu lintas komoditas pornografi besar di dunia. Dengan akses Internet yang masih longgar, tak heran bila remaja, sebagai pengguna Internet terbesar, dapat dengan mudah mengonsumsi materi pornografi.
Menurut Elly Risman, pakar pendidikan anak nasional, materi pornografi di sekitar lingkungan sudah dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan. Dikatakannya, dalam sebuah seminar di Banda Aceh beberapa waktu lalu, terkuak bahwa materi pornografi ini sudah menyentuh berbagai kalangan, bahkan mulai dari anak usia dini sekalipun. Ia menyontohkan tokoh kartun Naruto yang saat ini menjadi idola anak-anak kecil, bahkan memiliki versi porno tersendiri yang diselipkan di dalam versi `benerannya'. "Dan ini sangat berbahaya bila diakses anak-anak, karena mereka mengira itu Naruto," tegasnya.
Selain dari komik, games juga banyak memasukkan materi porno di dalamnya. Salah satunya disebutkan Elly game Saint Andres, yang bila sudah berhasil melewati fase tertentu, akan ditawarkan seorang wanita tuna susila.
Selain games, lagu juga menjadi bahan ajaran pornografi. Elly juga memperlihatkan bahkan beberapa lirik lagu yang mengajarkan mekanisme melakukan hubungan seksual di rumah kos. Dan itu, tambahnya, tidak anomali terjadi di Aceh.
Maka saat ini yang perlu dilakukan orangtua, masyarakat, serta pemerintah Aceh semestinya membatasi beredarnya, kalau bisa melarang, dengan segala cara, peredaran pornografi yang pastinya bisa berujung pada perilaku seks bebas yang mengakibatkan semakin meluasnya virus HIV dan AIDS
Dikatakan, masih banyak masyarakat beranggapan bahwa AIDS bagian dari perilaku buruk dan penyakit kutukan. Sehingga di kalangan masyarakat terbentuk stigma bahwa mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS itu pantas dijauhi dan dikesampingkan dalam berbagai hal. Menurut Safwan, pandangan itu salah, bahkan sangat-sangat keliru. "Mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS bukan saja remaja, pemuda dan orang tua. Tapi, juga ada bocah yang masih berumur 1,8 tahun di salah satu kabupaten di Aceh. Apa bocah itu melakukan perilaku menyimpang? Malah bocah itu terkena dari meminum air susu ibunya yang pada awalnya ditularkan oleh suaminya yang pulang dari luar negeri," ungkap Safwan. Sehingga stigma, diskriminasi, dan pandangan lain yang menyudutkan mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS telah bisa dihilangkan. Dikatakan, AIDS diibaratkan seperti penyakit biasa, hanya saja virus yang berada dalam tubuh mereka yang terinfeksi itu secara perlahan-lahan sel darah putih bisa termakan oleh virus HIV itu, sehingga menurunkan kekebalan tubuh seseorang.
"Dari virus HIV yang ada di dalam tubuh seseorang itulah bisa terinfeksi AIDS. Jadi HIV dan AIDS dua hal yang berbeda. Jika seseorang itu terinfeksi AIDS, otomatis di dalam tubuhnya sudah ada virus HIV. Tapi, yang terinfeksi HIV, belum tentu dia terkena AIDS," sebut Safwan. Bagi mereka yang positif telah terinfeksi HIV dan AIDS sebut Safwan, disarankan selalu mengonsumsi Antiretroviral (ARV). Obat tersebut, memang tidak mampu menyembuhkan mereka yang telah terinfeksi HIV dan AIDS, tapi ARV itu akan mempertahankan virus itu menggeroti organ vital dalam tubuh. "Oleh karena itu mereka yang terinfeksi selalu disarankan dengan polah hidup, makan makanan gergizi, dan tidak stres. Jadi, bila masih ada diskriminasi dan stigma di masyarakat akan membuat gairah hidup mereka menurun. Sehingga akan menurunkan stamina mereka untuk berupaya melawan virus yang sedang menggeroti kehidupan mereka," papar Safwan. Bukan dalam artian, mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS itu mendapat porsi yang istimewa. Melainkan mereka cukup diperlakukan seperti manusia normal lainnya.
Demikian pula penularan virus HIV dan AIDS itu lanjut Safwan tidak mudah. Penularan itu hanya dapat terjadi bila ada proses kontak seks (sperma atau cairan vagina). Selain itu melalui transfusi darah, penggunaan alat/jarum suntik secara bergantian dan melalui air susu ibu. "Kalau sekedar gigitan nyamuk atau penukaran piring makanan dan berjabat tangan dengan mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS, tidak akan menularkan virus itu," papar Safwan.
Pornografi
Berubahnya tren penyebab HIV dan AIDS akibat seks bebas, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pornografi dan pornoaksi. Indonesia dikenal salah satu negara dengan tingkat lalu lintas komoditas pornografi besar di dunia. Dengan akses Internet yang masih longgar, tak heran bila remaja, sebagai pengguna Internet terbesar, dapat dengan mudah mengonsumsi materi pornografi.
Menurut Elly Risman, pakar pendidikan anak nasional, materi pornografi di sekitar lingkungan sudah dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan. Dikatakannya, dalam sebuah seminar di Banda Aceh beberapa waktu lalu, terkuak bahwa materi pornografi ini sudah menyentuh berbagai kalangan, bahkan mulai dari anak usia dini sekalipun. Ia menyontohkan tokoh kartun Naruto yang saat ini menjadi idola anak-anak kecil, bahkan memiliki versi porno tersendiri yang diselipkan di dalam versi `benerannya'. "Dan ini sangat berbahaya bila diakses anak-anak, karena mereka mengira itu Naruto," tegasnya.
Selain dari komik, games juga banyak memasukkan materi porno di dalamnya. Salah satunya disebutkan Elly game Saint Andres, yang bila sudah berhasil melewati fase tertentu, akan ditawarkan seorang wanita tuna susila.
Selain games, lagu juga menjadi bahan ajaran pornografi. Elly juga memperlihatkan bahkan beberapa lirik lagu yang mengajarkan mekanisme melakukan hubungan seksual di rumah kos. Dan itu, tambahnya, tidak anomali terjadi di Aceh.
Maka saat ini yang perlu dilakukan orangtua, masyarakat, serta pemerintah Aceh semestinya membatasi beredarnya, kalau bisa melarang, dengan segala cara, peredaran pornografi yang pastinya bisa berujung pada perilaku seks bebas yang mengakibatkan semakin meluasnya virus HIV dan AIDS
G.SUMBER SUMBER PORNO GARFI DAN PORNO AKSI DIKALANGAN PELAJAR
MENGERIKAN
! Membuat hati meringis. Ternyata 67 persen dari 2.818 siswa Sekolah Dasar (SD)
kelas 4-6 di Indonesia mengaku pernah mengakses informasi pornograf dari bacaan
dan jaringan internet
MENGERIKAN
! Membuat hati meringis. Ternyata 67 persen dari 2.818 siswa Sekolah Dasar (SD)
kelas 4-6 di Indonesia mengaku pernah mengakses informasi pornograf dari bacaan
dan jaringan internet
Data tersebut berdasarkan hasil survei
lembaga swadaya masyarakat (LMS) Yayasan Kita dan Buah Hati. "Sebagian
besar anak-anak belia itu melihat pornografi melalui media komik dan
internet," kata direkturnya, Elly Rusman, usai bertemu Ketua Komnas
Perlindungan Anak (PA), Aris Merdeka Sirait di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Elly, survei yang dilakukan
meliputi 2.818 siswa Sekolah Dasar (SD) kelas 4-6 di Indonesia sejak Januari
2008 hingga Februari 2010.
"Sekarang ini pemerintah harus
perangi kejahatan kerusakan moral anak, harus ada program terapi nasional untuk
anak-anak. Pemerintah juga harus bisa memantau media bacaan dan warnet (warung
internet) yang tersebar di mana-mana," ujarnya.
Hasil survei menunjukan, anak-anak
belia tersebut selama ini mengakses pornografi melalui komik (24 persen), situs
internet 22 persen, permainan 17 persen, film/TV 12 persen, telefon genggam 6
persen, majalah 6 persen, dan koran 5 persen.
Para pelajar SD itu umumnya melihat
pornografi karena alasan iseng sebesar 21 persen, penasaran 18 persen, terbawa
teman 9 persen, serta takut dibilang kurang pergaulan 3 persen.
Dalam benak anak-anak, menurut hasil
survei, pornografi diterjemahkan sebagai gambar orang telanjang sebesar 31
persen, gambar jorok 29 persen, memperlihatkan aurat 12 persen, serta gambar
yang tidak boleh dilihat.
Ketua Komnas PA Aris Merdeka Sirait
menilai, jumlah anak-anak pengakses informasi pornografi dipastikan bakal
bertambah setelah munculnya video porno pemeran yang diduga mirip artis. Sosok
publik figur yang menjadi idola seperti artis atau selebriti merupakan maghtik (daya tarik)
bilamana melakukan aksi tercela.
"Survei baru sekarang sedang
dikerjakan, tapi kami yakin akan bertambah. Ketika ini (aksi porno) muncul dan
semua anak menjelajah, jumlah akan bertambah dan mereka sekarang menganggap itu
adalah hal biasa," kata Aris.
Dari tahun 1999, jumlah komputer yang
telah dihubungkan dengan internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta
dan jumlah ini terus bertambah setiap hari.
Saat ini jumlah situs web mencapai
jutaan, bahkan mungkin triliunan. Isinya memuat bermacam-macam topik. Tentu
saja, situs-situs itu menjadi sumber informasi baik yang positif ataupun
negatif. Informasi dikatakan positif apabila bermanfaat untuk penelitiaan.
Masalah yang paling besar adalah bahwa
informasi yang disebarkan di internet tidak selalu benar. Hal ini terjadi
karena situs web tidak harus memberikan informasi yang benar dan akurat, dan
tidak ada tanggung jawab atas kebenaran informasi yang disebarluaskan.
Masalah kedua adalah pornografi yang
merupakan dampak negatif. Namun pornografi itu tidak harus dicari dengan
sengaja, bisa saja mendapatkan pornografi dengan pencarian data dan file musik
mp3. Dari pengamatan yang mendalam, 33 persen dengan sengaja mencari pornografi
di www, dan bukan hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Walau demikian,
kebanyakan adalah mahasiswa yang dengan sengaja mencari pornografi. Sedangkan
yang tidak dengan sengaja mendapatkan pornografi sebanyak 59 persen
H.KASUS KASUS PORNO GRAFI DAN PORNO AKSI DIKALANGAN PELAJAR
Beberapa Fakta
Riset telah menunjukkan bahwa
maraknya pornografi dan porno aksi semakin menggiring masyarakat ke ambang
kerugian dan kehancuran keluarga. Bahkan pornografi ini menurut berbagai ahli
disinyalir banyak menimbulkan tindak kriminal yang terkait dengan seks.
Penelitian yang dilakukan National Law Center for Children and Families
menunjukkan bukti adanya hubungan kuat antara bisnis seks dengan kejahatan. Di
lingkungan Phoenix,
lokasi bisnis seks, angka kejahatan seksual 506% lebih tinggi dibandingkan
dengan di area yang tidak terdapat bisnis seks. Dr. Mary Anne Layden, direktur
pendidikan, University of Pennsylvanis Health System, menyatakan: “Saya
telah memberikan perlakuan terhadap pelaku dan korban kekerasan seksual selama
13 tahun. Saya belum pernah menangani satu kasus pun yang tidak diakibatkan
oleh pornografi.” (Sumber: Gov., Haven Bradford. ”Child Sex Abuse: America’s
Dirty Little Secret.” MS Voice for Children. 3/200). Sejurus dengan
apa yang ada di Indonesia.
Gejala serupa juga marak dijumpai di penjuru negeri. Berikut beberapa kejadian
yang saya kutip dari berbagai sumber yang seharusnya membuka mata semua pihak
betapa bahayanya pornografi itu.
- Di Lampung Utara, seorang kakek ditangkap Tim Buru Sergap Kepolisian Resor Lampung Utara karena disangka memperkosa keponakannya. Tersangka Zaini diringkus di rumah anaknya di kawasan Kedaton, Bandar Lampung. Belum lama berselang, pria berusia 60 tahun ini pura-pura lupa mengingat peristiwa setahun lalu. Tersangka akhirnya mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tidak kuasa menahan berahi setelah menonton film porno. (www.liputan6.com)
- Abdul Choir yang selama empat tahun memperkosa putrinya, sebut saja Melati. Perbuatan bejad ini sampai melahirkan dua bayi, salah satu di antaranya meninggal karena keguguran. Choir yang ditangkap Polisi Sektor Jagakarsa di Depok, Jawa Barat, awal bulan ini, tergoda rayuan iblis, setelah menontonm VCD porno dan mabuk minuman keras. (www.tv7.co.ic, 20/10/2003)
- Gara-gara terangsang menyaksikan blue film, seorang pedagang krupuk, Imr (20), warga Gang Rulita RT I RW 7 Kelurahan Harjasari Kec. Bogor Selatan Kota Bogor diduga mencabuli gadis kecil, NH (8), warga setempat, Kamis (20/2). (www.pikiran-rakyat.com)
- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, seperti pemerkosaan dan pencabulan, yang terjadi di Jakarta Timur tahun 2003 meningkat dibandingkan dengan tahun 2002. Data mengenai dugaan peningkatan kasus itu hanya berdasarkan pada kasus-kasus yang terpantau pihak kepolisian lewat laporan korban. Data di unit Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Polres Jakarta Timur, Senin (6/1) menunjukkan, jumlah kasus pemerkosaan yang terjadi antara Januari hingga akhir September lalu mencapai 24 kasus. Jumlah itu meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2002 yang hanya delapan kasus pada bulan yang sama. Sementara itu, untuk pencabulan terhadap anak-anak, tercatat 28 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2002 pada bulan yang sama, jumlah itu meningkat dua kali lipat. Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku yang sudah tertangkap, 75 persen kasus pemerkosaan dan pencabulan dilakukan akibat menonton video compact disc (VCD) porno. (Kompas, 7/10/2003).
- Di sebuah SD di Lombok Barat, misalnya, seorang anak kelas dua SD coba diperkosa empat kawannya yang duduk di kelas empat. Di kabupaten lain pun terdapat kasus anak kelas enam mau memperkosa siswa kelas empat. ”Kasus pemerkosaan yang melibatkan pelajar ini sudah sangat memprihatinkan,” kata Kerniasih. Dari kasus-kasus yang terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat pelaku menonton tayangan porno. Ada anak yang mengaku hal itu dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas. (www.Balipost.co.id/baliposcetak/2004)
BERIKUT
BEBERAPA GAMBAR JANIN KORBAN ADOPSI





I.UPAYA UPAYA PENCEGAHAN PORNO GRAFI DAN PORNO AKSI DIKALANGAN PELAJAR
Melihat efek yang ditimbulkan pornoaksi dan pornografi ,
sudah seharusnya kita segera melakukan tindakan-tindakan proaktif untuk
mencegah dan memberantas aktivitas ini. Aktifitas tersebut antara lain adalah
sosialisasi hukum. Sosialisasi hukum perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
aktivitas pornoaksi dan pornografi . Hukum yang perlu disosialisasikan ialah
pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diantaranya pasal
282 dan 283 yang substansinya mengemukakan tentang ketentuan
aktivitas pornoaksi dan pornografi disertai hukuman yang mengikuti apabila
ketentuan tersebut dilanggar.
Pencegahan juga dapat dilakukan melalui jalur pendidikan.
Mengacu kepada pendapat nara sumber Drs. Sakhyan Asmara , Kepala Dinas
Pendidikan Propinsi Sumatera Utara yang mengemukakan bahwa “ Agama
merupakan salah satu faktor utama yang dapat memberantas, mencegah,
menanggulangi pornografi maupun pornoaksi, maka langkah-langkah yang dapat
dilakukan oleh Lembaga Pendidikan diantaranya adalah : Menambah jam tatap muka
materi pelajaran agama dan memasukkan nilai-nilai agama kepada seluruh materi
pelajaran; Mengajukan program tayangan Pendidikan Umum dan Pendidikan Agama ke
media Televisi; Menertibkan cara berpakaian dan baju sekolah peserta didik;
Menambah atau memberikan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah . Langkah
–langkah dan kegiatan tersebut bertujuan untuk : Meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan; Meningkatkan kualitas moral dan akhlak ; Mencerdaskan kualitas
fisik, mental, moral, akhlak dan sosial ; Mencegah terjadinya dekadensi moral
dan akhlak peserta didik “.
Peran media
massa juga sangat diharapkan untuk mencegah dan memberantas pornoaksi dan
pornografi. Dengan fungsinya yang sangat strategis membentuk opini publik yang
kondusif kearah pencegahan dan pemberantasan yaitu dengan menampilkan
tayangan-tayangan yang bermutu sesuai dengan citra budaya bangsa yang sopan dan
beradab.
Seperti
dikemukakan oleh nara sumber Drs. Danandjaja, MA, Ketua Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPID – SU), bahwa “ kehadiran akan peran
dan tanggung jawab reporter di masa ini, bukanlah suatu pengecualian untuk
mengasingkan diri dalam melakukan karya jurnalistik. Di masa ini sangat
dibutuhkan kehadiran seorang reporter yang memiliki visi, misi, dan
tanggungjawab untuk meliput berita yang dapat menumbuhkan iklim kesadaran
berbangsa, bukan sebaliknya. Pendewasaan politik rakyat hanya mungkin dilakukan
salah satunya melalui penyajian berita yang sehat dan objektif, bukan
mengutamakan berita pornografi dan pornoaksi “.
Lebih lanjut
dikemukakan juga “ kehadiran seorang reporter dalam meliput berita, hendaklah
memiliki kesadaran bahwa media merupakan sarana pendidikan dan akses informasi
kepada masyarakat yang sudah terdidik. Penyajian berita pornoaksi dan
pornografi yang bersifat sensasional, secara perlahan-lahan dan pasti akan
ditinggalkan oleh khalayaknya . Kehadiran reporter pada saat ini di dalam
meliput berita dapat bertindak sebagai perantara antara media dengan khalayak.
Mereka harus objektif, jujur, tidak memihak dan partisan, bertanggungjawab
terhadap segala bentuk penyajian berita yang disiarkan oleh media. Aktualita
penyajian terletak kepada keberanian untuk mengungkapkan fakta secara bijaksana
dan objektif “.
Pornoaksi dan
pornografi adalah sebuah refleksi mengikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa,
dekadensi moral yang perlu dicermati dampak sosial psikologisnya. Menatap ke
depan ,tentunya kita tidak mengharapkan lahirnya sebuah generasi yang terlena
dengan imajinasi pornoaksi dan pornografi , karena hal ini akan membawa manusia
kembali kederajat yang paling rendah sebagai binatang yang berfikir.
Apalagi jika ia tidak dapat mengendalikannya , maka siksaan dunia berupa
penyakit kelamin, AIDS akan membayanginya. Sementara di alam sana, siksaan dan
ajab dari perbuatan zinah menanti di api neraka. Semoga keadaan ini tidak
semakin parah, secepatnyalah hendaknya aparat penegak hukum, pembuat peraturan
melahirkan kebijakan-kebijakan yang dapat memberantas pornoaksi dan pornografi
.
Strategi Perang Melawan
Pornografi/Aksi
Pornografi dan pornoaksi ini merupakan
penyakit sosial yang sangat berbahaya. Umat Islam harus segera
mengantisipasinya agar tidak semangkin jauh merusak tatanan moral masyarakat
khususnya generasi muda. Ada
beberapa hal yang harus dilakukan umat Islam dalam rangka mengatasi penyakit
tersebut, antara lain :
Pertama, menanamkan nilai-nilai ajaran agama
Islam. Islam telah menjelaskan secara gamblang tentang aturan agar tidak
mempertontonkan aurat. Dari Aisyah ra., “Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar
masuk ke dalam (tempat) Rasulullah saw dan dia (Asma) memakai pakaian yang
tipis (tembus pandang), maka Rasulullah berpaling darinya seraya bersabda :
“Hai Asma! Sesungguhnya seorang perempuan itu apabila ia telah dewasa (baligh)
tidak boleh menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan ini (sambil
Rasulullah saw menunjuk muka dan telapak hingga pergelangan tangannya
sendiri).”
(H.R. Abu Dawud) . Dalam Alquran Surah
an-Nur : 31 dijelaskan : “Janganlah kamu tampakkan perhiasan kamu kecuali yang
boleh ditampakkan (muka dan telapak tangan).” Normatif Islam ini jelas bermakna
bahwa dilarang untuk mempertontonkan aurat dan itu merupakan dosa besar yang
bisa berakibat fatal baik kepada diri sendiri (wanita) ataupun orang lain.
Kedua, mengevaluasi pola dakwah (seruan).
Untuk menanamkan nilai-nilai fundamental tersebut di atas memerlukan kerja
keras. Karena itu, kita kaum muslimin, khususnya juru dakwah (da’i) perlu
meneropong kembali, sejauh mana dakwah (seruan) yang kita lakukan masuk ke relung
hati umat. Bagi media elektronik maupun media cetak harus betul-betul menjadi
sarana dakwah kebenaran bukan sebaliknya sebagai sarana penyebar kemaksiyatan.
Ketiga, berjuang bersama-sama melawan
liberalisasi pornografi dan pornoaksi. Umat Islam hari ini harus menyatukan
visinya bahwa maraknya liberalisasi pornografi dan pornoaksi merupakan penyakit
berbahaya yang harus dihadapi bersama. Untuk itu, didiklah generasi muda kita
untuk tidak terjebak dengan penyakit ini. Lawanlah segala macam pornografi dan
pornoaksi dengan sekuat daya dan upaya kita. Lingkungan kita harus dijadikan
sebagai lingkungan yang bersih dari hal-hal yang berbau pornografi dan
pornoaksi.
Keempat, hancurkan budaya yang merusak
moralitas umat terutama generasi muda, seperti: hancurkan budaya pacaran karena
tidak ada pacaran dalam Islam. Pacaran cenderung mengarah ke pergaulan bebas.
Hancurkan budaya V-Day (hari Kasih Sayang). V-Day identik dengan sex party (pesta Seks) di
kalangan pasangan yang belum menikah. Tutup acara televisi yang mengarah
pergaulan bebas pra-nikah.
Kelima, jangan menjadi pribadi/masyarakat
yang munafik atau split
personality/society. Kalau memang benci dengan prilaku
pornografi/aksi tentu kita juga tidak suka menontonnya atau tidak
mencari-carinya bahkan membeli vcd-nya. Sama saja berkata benci dan menolak
pornografi/aksi kalau ternyata kita masih menonton dan turut menyukseskan
hal-hal yang berbau pornografi/aksi.
Pornografi/aksi akan berakhir seiring
dengan keinginan masyarakat terhadap keberadaannya. Menolak pornografi/aksi
berarti kita telah meneken kontrak untuk tidak menjadi pelakunya, mendukung
prilakunya, membuka peluangnya, dan lain sebagainya.
Keenam, mengawal secara bersama-sama dan
bekerja sama dengan lembaga pemerintah dalam rangka optimalisasi Undang-undang
tentang larangan pornografi dan pornoaksi. Terjadinya liberalisasi pornografi
dan pornoaksi pada saat ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Jika tragedi
ini terus berkelanjutan maka kita semua ikut bersalah.
Akhirnya terjadilah apa yang sudah dan
akan terjadi. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan”. (Q.S. Maryam: 59)
Dalam menyikapi pornografi/aksi hanya
ada satu semboyan “jangan ada dusta di antara kita”. Katakan benci kalau benci
dan katakan suka kalau suka. Kalau ternyata suka segeralah cari obatnya. Sangat
susah memberantas pornografi/aksi kalau bilang benci tapi ternyata suka.
Pornografi dan pornoaksi merupakan
penyakit sosial yang sangat berbahaya bagi umat Islam. Bila ini dibiarkan terus
berlanjut, maka akan menimbulkan dekadensi moral yang lebih besar. Umat Islam
harus segera bertindak pro-aktif untuk mengatasi penyakit tersebut. Tentunya
dengan strategi yang baik, tegas dan bijaksana.
PENUTUP
Dari
segala pembahasan tadi dapat kita simpulkan bahwqa porno grafi dan porno aksi
merupakan suatu perbuatan negative yang juga memicu dampak negative
Dari itu sudah sepantasnya kita
sebagai generasi muda menjauhi apa yang disebut porno grafi dan porno aksi
tersebut
Mari kita bangun
bersama budaya anti porno grafi dan porno aksi. Berangkul tanganlah kita semua
untuk membasmi apa y ang disebut dengan porno aksi dan porno grafi. Untuk
menciptakan Indonesia
yang lebih maju dan terbebas dari porno aksi dan porno aksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://idealismeku.wordpress.com/2009/05/09/petaka-akibat-pornografi-dan-pornoaksi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar