Menganalisis Puisi “Jerawat Cinta” Karya Lauh Sutan
Kusnanda Dengan Menggunakan Pendekatan Semotik
Dalam
puisi “jerawat cinta” karya lauh sutan kusnanda ini terdapat beberapa makna
yang tidak lari dari judulnya, sebab, kita akan melihat bagaimana kualitas
makna dalam rangkaian kata yang dipilih oleh penyair tersebut. Adapun puisi
tersebut ialah
Jerawat cinta
Oleh: Lauh
Sutan Kusnanda
Tumbuhnya tak di musim penghujan atau kemarau. Ia tak butuh kecukupan air
atau sekedar iklim ekstrim. Ia hanya berbiak dalam radius asmara
Ia adalah tanda-tanda kecamuk hati. Endapan-endapan rindu. Butir-butir
kegelisahan
Jerawat cinta. Berbagi kabar dari relung sunyi, ketika dua hati berpadu.
Ketika kau mulai berani mencecap hati kekasih
“Jerawat cinta, layaknya gulma di taman,” katamu.
“Mesti disiangi.”
Dengan beragam merek dan kemasan, kau usir si pengabar cinta yang
senantiasa singgah di kedua pipi
Mataram, 26
Februari 2013
Pangaribuan (2013:2) mengemukakan bahwa telaah puisi
adalah salah satu sarana atau alat dalam proses pemberian makna dan usaha
ilmiah untuk memahami proses itu sebaik mungkin. Kegiatan menelaah sebuah puisi
tidaklah sama dengan kegiatan menulis puisi yang biasa dilakukan kebanyakan
orang. Penyair selalu berusaha menyusun dan membangun puisi secara utuh,
sedangkan penelaah merupakan orang yang melakukan proses pengenalan terhadap
puisi tersebut, memberi pemahaman, memberi tafsiran dan membedah-bedah keutuhan
puisi tersebut, serta menganalisisnya dengan tujuan untuk mengetahui pikiran
dari pengarang dan latar belakang pengarang tersebut lewat sebuah puisi sampai
kepada penilaian atau penghargaan tertentu.
Puisi ini memiliki keunikan dari
setiap kalimatnya. /Tumbuhnya
tak di musim penghujan atau kemarau/. Pada kalimat ini memiliki makna bahwa ada
sesuatu yang tumbuh bukan dari musim yang telah menjadi ketentuan, tetapi
“sesuatu” ini akan tumbuh kapan saja, sesuai dengan keadaan yang membuat
“sesuatu” ini menjadi ada dan berkembang. pada kalimat berlikutnya yang biasanya
disebut bait yakni /Ia tak butuh kecukupan air atau sekedar iklim ekstrim/.
Pada bait kedua ini, kita diberi sesuatu yang mustahil bahwa sesuatu yang
tumbuh dan berkembang haruslah dibubuhi dengan hal-hal yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Namun, dalam bait ini dikatakan bahwa
“sesuatu” ini tumbuh tak perlu kecukupan ait dan iklim ekstrim. Secara
otomatis, “sesuatu” ini merupakan sebuah parasit yang hidup dan berkembang
dalam tubuh atau benda hidup lainnya. Dan “sesuatu” ini mempunyai peran dalam tubuh atau benda hidup
lainnya ketika masanya tiba.
Pada bait berikutnya
dikatakan /Ia hanya berbiak dalam radius asmara/. Jika kita melihat pda bait
berikut ini, sedikit banyak terlihat wujud dari “sesuatu” ini. Sebab, penyair
memberi clu tentang “sesuatu” ini.
Perkembangbiakan “sesuatu” ini hanya dalan radius asmara yakni pada jarak dan
seputaran di kehidupan asmara saja. Berarti, kita beri kejutan kepada penyair
saat kita membaca puisi ini. Kita lihat kembali pada bait berikutnya /Ia adalah
tanda-tanda kecamuk hati/ /Endapan-endapan rindu/ /Butir-butir kegelisahan/
pada bait ini dijelaskan bahwa adanya emosi diri ketika harus berhubungan
dengan cinta. Ada hal-hal yang yang puitis ketika harus bersetubuh dengan
kegelisaan, rindu dan keasmaran dalam bercinta dan keunikan dalam merasakan
proses percintaan kepada sang kekasih. Mengapa penulis mengatakan kepada sang
kekasih? Sebab, hati yang terlibat dalam kegelisaan, kerinduan dan keasmaraan
akan merasakan efek-efek yang nyata seperti jerawat, kebanyakan makan dan
lainya.
Jika
kita melihat pada bait berikutnya /Jerawat
cinta. Berbagi kabar dari relung sunyi, ketika dua hati berpadu. Ketika kau
mulai berani mencecap hati kekasih/. Kita ternyata telah diberi penerangan atas
jawaban dari puisi ini, “sesuatu” yang tumbuhnya tak di musim penghujan atau
kemarau, ia tak butuh kecukupan air atau sekedar iklim ekstrim, ia hanya
berbiak dalam radius asmara, ia adalah tanda-tanda kecamuk hati, Endapan-endapan
rindu, Butir-butir kegelisahan ini ialah sebuah jerawat yang tumbuh di bagian
wajah (pipi) yang timbul dari gelaja-gelaja dilema cinta. Biasanya
kejadian-kejadian seperti ini di alami oelah para kaum adam dan hawa masa kini.
Jerawat bisa menyerang siapa saja yang terserang mala rindu. Walau secara
medis, penyataan ini bukan faktor yang paling menentukan, namun efek dari
kegelisaan biasanya akan berdampak pada hal-hal yang baru seperti jerawat ini
tadi.
Pada
bait berikutnya terlihat /“Jerawat cinta, layaknya gulma di taman,” katamu.
“Mesti disiangi.”/. Ya, ini yang biasanya dikhawatirkan oleh semua manusia
terkhusus kaum hawa yang sudah terserang jerawat. Jerawat mampu merusak
pandangan pria pada kaum hawa. Wajah wanita yang identik dengan kemulusan akan
hancur seketika jika jerawat telah hadir. Seperti yang di katakan penyair,
jerawat cinta layaknya gulma di taman, sebuah tumbuhan, sebangsa rumput yang
hidup di tumbuhan lain atau biasanya kita sebut dengan parasit. Begitulah yang
dirasakan oleh wanita terkhusus juka jerawat telah tumbuh di wajah. “mesti
disiangi” dapat kita tarik makna, walau telah melakukan berbagai cara untuk
menyembuhkan dan menghilangkan jerawat tersebut. Tetapi saja akan datang silih
berganti sesuai dengan keadaan hati dan pikiran kita. Para wanita biasanya akan
menyebutkan hal-hal seperti itu untuk mengekspresikan kekesalan mereka akibat
hadirnya jerawat yang melanda wajah mereka.
Pada bait berikutnya /Dengan
beragam merek dan kemasan, kau usir si pengabar cinta yang senantiasa singgah
di kedua pipi/. Hal-hal yang biasa dilakukan oleh wanita untuk mengusir jerawet
adalah membeli alat-alat kosmetik seperti criem-criem pembasmi jewarat bahkan
obar dari dalam seperti pil pembasmi jerawat.
Para wanita senantiasa menjadi
santapan bagi para jerawat yang kerap merasakan rindu, gelisah bahkan keasmaraan.
Biasanya jerawat akan mejadi masaah bagi mereka yang tak menginginkan kehadiran
dari jerawat. Puisi ini menjadi satu objek keluguan wanita dalam memaknai arti
sebuah jerawat.
Puisi
Tentang Senja
Oleh: Julaiha. S
Di pantai tempat orang-orang tergeletak. Kemudian lautan pun pelan-pelan
berombak dan berkerumunan bui. Lalu, orang lainnya, asyik dengan peluncur air
dan berayun bersama sarung-sarung yang berkelebab dalam langit.
Senja, berwarna orange yang manis, datang setiap sore setelah siang yang
meradang. Kemudian burung-burung berlarian mengejar tempat istirahat. Dan kita
yang berkasih-kasihan terus bermayam dalam senja. Sampai dipenghujung malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar