Naturalisasi
Oleh : Hasan Al Banna
Beberapa waktu yang lalu, hampir
seluruh lapisan masyarakat Indonesia dilanda euforia Piala AFF 2010. Kegagalan
timnas mengangkat trofi tidak mampu melekangkan kebanggaan rakyat Indonesia
terhadap punggawa-punggawa lapangan hijau pembela lambang Garuda. Tanpa
mengucilkan peran pemain-pemain yang lain, ‘kesuksesan’ skuad Merah Putih tidak
dapat dipisahkan dari aksi sosok bernama Cristian ‘El Loco’ Gonzalaes. Ujung
tombak timnas asal Uruguay tersebut tercatat sebagai pemain naturalisasi pertama Indonesia. Program naturalisasi PSSI sukses menyahuti tekad
El Loco menjadi WNI. Setelah berkiprah lebih dari 8 tahun di beberapa klubd di
Indonesia, akhirnya Cristian memiliki paspor hijau bernomor W 149516 pada
tanggal 3 November.
Demam naturalisasi tidak hanya melanda timnas senior, tetapi juga skuad
U-23 yang dipersiapkan untuk Pra-Olimpiade dan Sea Games tahun 2011. Proses
seleksi timnas U-23 juga dimeriahkan calon pemain naturalisasi. Agaknya, gaung naturalisasi
masih akan membahana, khususnya yang kait-mengait dengan sepak bola.
Sebenarnya, penggunaan istilah
naturalisasi masih diperdebatkan.
Irfan Bachdim yang juga menjadi idola baru disebut-sebut sebagai pemain naturalisasi, padahal di tubuh Irfan
mengalir darah Indonesia dari ayahnya, Noval Bachdim yang asal Malang meskipun ibunya warga negara
Belanda. Sekadar informasi, manajer timnas Filipina juga membantah jika hampir
separuh pemainnya dicap pemain naturalisasi.
Alasannya, pemain-pemain tersebut memang keturunan Filipinan yang memiliki dua
kewarganegaraan, termasuk kewarganegaraan Filipina.
Hal senada juga diungkapkan
salah satu pemain Filipina yang dinilai sebagai hasil naturalisasi, Philip Younghusband. Ia berpendapat bahwa penggunaan
pemain keturunan lebih pas ketimbang pemain naturalisasi. Namun, negara Filipina yang memiliki kebijakan
dwi-kewarganegaraan (bipratrida) yang
membolehkan warga keturunan berkewarganegaraan ganda tidak dapat disamakan
dengan negara yang berasas warga negara tunggal seperti Indonesia.
Baiklah, abaikan dulu sejenak
perdebatan di atas, dan mari hijrah ke perdebatan yang lain. Begini, seiring
hiruk-pikuk naturalisasi, bukankah dapat
pula mencuat pertanyaan: apakah istilah naturalisasi
sudah lebur ke dalam kaidah bahasa Indonesia? Dengan kata lain, apakah
istilah naturalisasi sudah sah
menjadi warga bahasa Indonesia?
Istilah naturalisasi bertolak dari bahasa asing (Inggris).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Edisi III, natural mengandung makna
‘bersifat alam; alamiah’, bebas dari pengaruh; bukan buatan; asli’, atau ‘dapat
dipakai untuk warna apa saja’. Di dalam KBBI juga tercantum lema naturalisasi, yang melontarkan arti ‘pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing;
hal menjadikan warga negara; pewarganegaraan yang diperoleh setelah memenuhi
syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan’.
Oleh karena itu, dari segi
bahasa, naturalisasi tidak perlu
diperdebatkan lagi. Istilah tersebut sudah ‘berkewarganegaraan’ Indonesia. Intinya,
istilah tersebut telah disetujui untuk memperkaya khazanah bahasa Indonesia
yang menganut kedinamisan.
Penulis adalah staf
Balai Bahasa Medan
dan dosen luar biasa di
FBS Universitas Negeri Medan
(Unimed).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar