Arsip Blog

Senin, 21 Maret 2016

Naturalisasi




Naturalisasi
Oleh : Hasan Al Banna

Beberapa waktu yang lalu, hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia dilanda euforia Piala AFF 2010. Kegagalan timnas mengangkat trofi tidak mampu melekangkan kebanggaan rakyat Indonesia terhadap punggawa-punggawa lapangan hijau pembela lambang Garuda. Tanpa mengucilkan peran pemain-pemain yang lain, ‘kesuksesan’ skuad Merah Putih tidak dapat dipisahkan dari aksi sosok bernama Cristian ‘El Loco’ Gonzalaes. Ujung tombak timnas asal Uruguay tersebut tercatat sebagai pemain naturalisasi pertama Indonesia. Program naturalisasi PSSI sukses menyahuti tekad El Loco menjadi WNI. Setelah berkiprah lebih dari 8 tahun di beberapa klubd di Indonesia, akhirnya Cristian memiliki paspor hijau bernomor W 149516 pada tanggal 3 November.
Demam naturalisasi tidak hanya melanda timnas senior, tetapi juga skuad U-23 yang dipersiapkan untuk Pra-Olimpiade dan Sea Games tahun 2011. Proses seleksi timnas U-23 juga dimeriahkan calon pemain naturalisasi. Agaknya, gaung naturalisasi masih akan membahana, khususnya yang kait-mengait dengan sepak bola.
Sebenarnya, penggunaan istilah naturalisasi masih diperdebatkan. Irfan Bachdim yang juga menjadi idola baru disebut-sebut sebagai pemain naturalisasi, padahal di tubuh Irfan mengalir darah Indonesia dari ayahnya, Noval Bachdim  yang asal Malang meskipun ibunya warga negara Belanda. Sekadar informasi, manajer timnas Filipina juga membantah jika hampir separuh pemainnya dicap pemain naturalisasi. Alasannya, pemain-pemain tersebut memang keturunan Filipinan yang memiliki dua kewarganegaraan, termasuk kewarganegaraan Filipina.
Hal senada juga diungkapkan salah satu pemain Filipina yang dinilai sebagai hasil naturalisasi, Philip Younghusband. Ia berpendapat bahwa penggunaan pemain keturunan lebih  pas ketimbang pemain naturalisasi. Namun, negara Filipina yang memiliki kebijakan dwi-kewarganegaraan (bipratrida) yang membolehkan warga keturunan berkewarganegaraan ganda tidak dapat disamakan dengan negara yang berasas warga negara tunggal seperti Indonesia.
Baiklah, abaikan dulu sejenak perdebatan di atas, dan mari hijrah ke perdebatan yang lain. Begini, seiring hiruk-pikuk naturalisasi, bukankah dapat pula mencuat pertanyaan: apakah istilah naturalisasi sudah lebur ke dalam kaidah bahasa Indonesia? Dengan kata lain, apakah istilah naturalisasi sudah sah menjadi warga bahasa Indonesia?
Istilah naturalisasi bertolak dari bahasa asing (Inggris).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi III, natural mengandung makna ‘bersifat alam; alamiah’, bebas dari pengaruh; bukan buatan; asli’, atau ‘dapat dipakai untuk warna apa saja’. Di dalam KBBI juga tercantum lema naturalisasi, yang melontarkan arti ‘pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing; hal menjadikan warga negara; pewarganegaraan yang diperoleh setelah memenuhi syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan’.
Oleh karena itu, dari segi bahasa, naturalisasi tidak perlu diperdebatkan lagi. Istilah tersebut sudah ‘berkewarganegaraan’ Indonesia. Intinya, istilah tersebut telah disetujui untuk memperkaya khazanah bahasa Indonesia yang menganut kedinamisan.

Penulis adalah staf Balai Bahasa Medan
dan dosen luar biasa di FBS Universitas Negeri Medan (Unimed).



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar